Sebelumnya keadaan kampung aman, sentausa, juga tertib terkendali. Namun sejak kedatangan Orang Dengan Gangguan Jiwa(ODGJ), perkampunganku menjadi tidak aman. Mengapa saya menyebutnya dengan ODGJ? karena dia sudah beberapa kali masuk rumah sakit jiwa dan juga menunjukkan surat dari rumah sakit jika dirinya adalah orang dengan gangguan jiwa.
Walaupun saya sendiri tidak melihat secara langsung tapi sudah pernah ditunjukkan kepada kepala desa setempat juga ke pihak Polsek.
 Orang itu sebut saja namanya SR adalah penduduk asli perkampungan ini, karena suatu sebab dia menjadi stres. Oleh keluarganya di bawa ke rumah sakit jiwa. Sekembalinya dari sana dia kembali normal, namun tetap saja meminum obat saraf untuk mengendalikan jiwanya yang kurang stabil. Pengakuan saudaranya yang pernah bercerita kepada saya.
"Bu, Sepurane kakaku gih, lek obate telas, dekne ngamuk-ngamuk, stres malih", ("Bu, maafkan kakakku, kalau obatnya habis dia ngamuk-ngamuk, stress lagi")
Setelah kejadian itu, dia pindah bersama keluarganya ke rumah istrinya yang berada di kabupaten lain. Hampir dua puluh tahun dia berada di sana. dan selama itu pula istrinya dengan sabar mendampinginya, walupun harus keluar masuk rumah sakit jiwa, juga dibawa ke orang pintar, sebagai ihtiyarnya.
Musibah tidak bisa dihindari. Saat covid merebak, istrinya masuk rumah sakit dan tidak bisa tertolong. Sehingga meninggal menjadi korban covid 19. Istrinya meninggal, anak-anaknya sudah besar bekerja di luar kota.
Merasa sendiri di rumah akhirnya dia kembali ke kampung halaman. Di rumahnya sendiri yang berdekatan dengan rumah saudaranya. Â Namun sejak kepulangannya di kampung ini, masyarakat menjadi resah, begitupun dengan saya.
Dia sering adzan dan berjamaah di masjid. Sejak saat itu, makmum perempuan menjadi takut memilih salat di rumah masing-masing. Saat melihat perempuan dia pasti akan bilang ke orang-orang yang ditemuinya di jalan kalau dia suka sama perempuan itu, termasuk saya.
Sejak saat itu saya sangat hati-hati dan tidak berani keluar rumah dengan bebas. Kebetulan rumah saya persis di belakang masjid, hanya beberapa langkah saja.
Karena sudah meresahkan masyarakat, Khususnya di lingkungan masjid, maka hal ini dilaporkan takmir masid ke kepala desa. Karena terkadang dia sendiri adzan dan iqomah namun saat salat berjamah dimulai dia tidak ikut dan malah membunyikan radio miliknya dengan suara keras, sehingga mengganggu orang berjamaah.