Seperti yang dilakukan oleh lingkungan tempat tinggal saya, kemarin ketua RT memberikan undangan kerja bakti dalam rangka lomba kebersihan lingkungan antar warga. Undangan tersebut ditujukan kepada kepala keluarga. Dalam undangan tersebut dicantumkan bagi ibu-ibu untuk membawa jaminan atau snack dan kopi sekedarnya.
Kegiatan dimulai pukul 06.00 WIB. Banyak warga yang datang untuk membuat taman di depan POS kampling. Semua bergerak membersihkan dan menata taman. Jaminan dan minuman berdatangan silih berganti. Semua guyup-rukun. Pemandangan yang sejuk dan membanggakan ini sudah jarang tak terlihat.
Saya sendiri pernah mengadakan gotong royong ketika mendirikan rumah sekitar tahun 2012. Biasanya disebut dengan sambatan.Â
Ada istilah sambatan ngunggahne gendeng (gotong royong menutup atap dengan genteng). Saat itu warga sekitar tanpa diundang datang sendiri dan membantu menata genteng.
Semua akan dikomando oleh tukang kayu sebagai penanggung jawab. Ada beberapa orang di atas yang menerima lemparan genteng dari bawah dan diterima oleh temannya yang di atas. Cukup sehari maka genteng rumah sudah tertata rapi.
Apakah ada upah? Tidak ada yang menerima upah, bahkan tukang kayu hari itu juga tidak mau menerima upah karena tenaganya hari itu diberikan sebagai sambatan (adat gotong rorong) di lingkungan sekitar.
Apakah saat ini masih ada? Ternyata kebiasaan yang sepuluh tahun yang lalu sering kita jumpai sekarang sudah mulai berkurang.Â
Bagi warga dengan ekonomi pas-pasan tentu kegiatan gotong royong masih berlaku. Namun bagi warga yang berduit, mendirikan rumah sudah dengan sistem borong. Semua pekerjaan di borongkan oleh tukang kayu dan tukang batu. Pemilik rumah membayar sesuai kesepakatan dari pondasi hingga finishing, sehingga tidak lagi melibatkan warga sekitar.
Berikut manfaat gotong royong yang bisa dirasakan oleh masyarakat:
Satu, Menciptakan iklim sosial yang bisa memecahkan masalah