Â
Akhir-akhir ini banyak  media sosial yang memberitakan tentang kekerasan yang terjadi di salah satu pondok pesantren terkenal di jawa Timur. Fakta mengejutkan ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi di lembaga-lembaga sekolah atau pesantren.
Adanya ancaman, tindak kekerasan, bullying, kerap terjadi, tak terkecuali di sekolah-sekolah umum atau  sekolah berasrama. Hanya saja mungkin bentuk dan perilkaunya berbeda. Hari ini saat istirahat berlangsung, tiba-tiba ada anak kelas dua menangis.
Temannya melaporkan kepada saya, "Bu Guru, Nana menangis",
"Lo, memangnya kenapa", tanyaku sambil beranjak dari tempat duduk
"Jajannya diminta Kika Bu", jawabnya
Segera saya menuju Nana yang sedang menangis di emper kelas. "Nana, betul jajanmu diminta Kika ", Nana tambah keras menangisnya. Siswi kelas dua ini kelihatan gondok dan kesal.
"Iya Bu, Jajanya dihabiskan Kika kelas 6, dia baru saja makan sedikit, disrobot dan dihabiskan Bu", Jawab Susi teman sebangkunya, menceritakan penyebab menangisnya Nana.
Adalah contoh kecil bullying yang dilakukan siswa SD kepada adik kelasnya. Walaupun hanya sebatas jajajan yang tidak seberapa harganya, namun jika hal ini tidak segera ditangani maka perilaku bullying akan dianggap biasa.
Segera kepala sekolah memanggil Kika, memberikan nasehat dan sanksi agar perilaku yang merugikan adik kelas tidak dilakukan lagi. Kika diminta membelikan jajanan yang sama kepada Nana sebagai sanksi  atas perbuatannya.
Peristiwa yang sama juga terjadi, dua hari yang lalu ketika jam pelajaran berlangsung, tiba-tiba Norman pamit ingin ke kamar mandi, namun ditahannya hingga dia ngompol di kelas. Ketika di tanya mengapa tidak ke kamar mandi? Dia bilang kalau ke kamar mandi suruh bayar sama kakak kelas.
Pernyataan inipun mengejutkan kami, ternyata sindikat pemerasan sudah dilakukan oleh anak usia SD. Untungnya baru dua anak yang menjadi kurban. Sehingga dengan cepat kami menanganinya.
Selanjutnya kita memanggil anak-anak yang suka memalak adik kelasnya, kita beri arahan, nasehat sekaligus sanksi supaya tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.
Dari ilustrasi di atas menjadi pelajaran sekaligus peringatan bagi kita, bahwa  peran guru sangat penting dalam pengawasan juga menanamkan karakter peserta didik.
Terjadinya kekerasan ataupun bullying bukan ditentukan pada tempat dimana siswa menuntut ilmu, baik di pesantren atau di lembaga sekolah pada umumnya. Jika ada peristiwa kekerasan terjadi di pesantren, bukan kemudian menjudge bahwa pendidikan pesantren menjadi tempat yang tidak aman untuk anak yang ingin menuntut ilmu.
Demikian juga bersekolah di tempat umum baik SD, SMP juga SMA  juga tidak menjamin bebas dari bullying dan kekerasan. Banyak tawuran terjadi  juga di sekolah-sekolah formal. Sehingga terjadinya tindak kekerasan dan ancaman tidak serta merta menjadi ukuran di mana siswa bersekolah, karena hal ini sangat komplek untuk dicermati, baik dari sisi  lingkungan dan pengawasaanya.  Â
Saya sendiri termasuk orang tua yang mempercayakan anak masuk ke pesantren. Karena di dalamnya ada aturan dan  kebiasaan-kebiasaan positif dalam membentuk karakter anak. Berikut 4 alasan memasukkan anak ke pesantren sesuai pengalaman :
Pertama, Pesantren memberikan pengawasan 24 jam.
Saya sepakat bahwa pesantren memberikan pengawasan selama 24 jam. Saya sendiri pernah mengabdi di sebuah pesantren modern selama tiga tahun. Di setiap asrama ada 4 kamar, 1 kamar untuk ustadzah dan 3 kamar lainnya untuk santri. Masing-masing kamar berisi 20 santri.
Ada satu kamar dengan ukuran sedang untuk 6 ustadzah yang bertanggung jawab mengawasi 3 ruang kamar yang bersebelahan dengan kamar ustadzah.
Kegiatan pembelajaran dimulai dari 07.00 WIB sampai jam 15.00  WIB. Sore harinya untuk  istirahat, biasanya digunakan untuk mencuci atau aktifitas ektrakulikuler yang diminati oleh para santri. Setelah isyak, ustadzah siap membimbing belajar santri yang kurang memahami materi pelajaran.
Waktu itu saya menjadi wali kelas, sehingga di depan kamar selalu ada santri yang bergerombol, menanyakan materi yang belum dipahaminya, atau mengerjakan tugas yang dia merasa kesulitan.
Di setiap kamar, ada  pengurus kamar yang terdiri ketua, sekretaris, bendahara juga ada seksi-seksi.  Termasuk seksi keamanan, kesehatan,  juga seksi kebersihan. Tentu pengurus dipilih bagi kakak kelas yang mempunyai kredibilitas yang tinggi, bisa memimpin dan bisa momong adik kelasnya. Setiap ada permasalahan pengurus kamar berkonsultasi pada ustadzah yang ada di asrama itu.
Dua, Pesantren memberikan pengetahuan agama lebih banyak
Pesantren identik dengan pendekatan agama. Ilmu agama yang begitu luas tentu tidak banyak dikuasai oleh orang tua. Adanya pesantren sangat membantu orang tua untuk membekali anak-anaknya di bidang agama.
Misalnya sebagai orng tua kurang memahami ilmu Fiqih. Maka dengan memasukkan anak ke pesantren anak akan mendapat pelajaran Fiqih sesuai kurikulum yang ditetapkan. Walaupun sebenarnya kewajiban orang tua adalah mulang anak, namun jika orang tua tidak bisa  sebaiknya diserahkan pada ahlinya.
Ketiga, Penanaman karakter dan disiplin yang baik
Pesantren menanamkan disiplin secara total karena selama 24 jam ada aturan yang harus dipatuhi. Mulai jam makan, belajar, sholat berjamaah, istirahat, dan kegiatan-kegiatan lain yang menjadi program unggulan sebuah pesantren
Kebiasaan-kebiasaan baik yang ditanamkan kepada santri dapat membentuk karakter anak. Anak belajar bersosialisasi dengan teman yang berbeda latar belakang. Di dalam pesantren hanya satu tujuan yaitu menuntut ilmu. Tidak ada perbedaan antara si kaya dan miskin semua akan mempunyai perlakukan yang sama di depan guru.
Keempat, cara terbaik mengurangi penggunaan gadget
Modernisasi yang tak terbendung oleh tuntutan zaman membuka peluang berbagai macam budaya yang masuk baik  dalam negeri maupun budaya asing. Jika tidak dapat menfilter mana yang harus dihindari bisa jadi akan terjerumus pada perilaku yang merusak mental anak.
Banyak anak usia sekolah yang ketagihan dengan game-game yang bisa didownlod sendiri dan dimainkan di rumah. Sebagai orang tua terkadang lepas control atau bahkan tanpa disadari memberikan kesempatan itu kepada anak karena kesibukan kita.
Jika anak tinggal di pesantren secara otomatis anak akan meninggalkan kebiasaan bermain game yang selama ini telah menjadi candu. Karena dalam dunia pesantren anak dilarang membawa HP, jika ada keperluan dengan orang tuanya maka pengurus akan mengkondisikan bagaimana santri dapat berkomunikasi dengan keluarganya.
Bapak dan Ibu, penting kiranya merekomendasikan dimana anak akan bersekolah, supaya niat tholabul ilmi lil ibadah terpenuhi. Â Terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah maupun pesantren perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi guru dan pengasuh.
Menerapkan disiplin yang ketat bagi siswa perlu dilakukan, namun jangan lupa  mengkondisikan siswa aman dan nyaman dalam belajar perlu diperhatikan. Â
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H