Menarik untuk ditulis topik pilihan mengenai drama MPASI beda orangtua dan mertua soal menu MPASI. Topik ini mengingatkan saya 26 tahun yang lalu saat aku pertama kali menyandang status ibu dari anakku.
Melahirkan anak pertama saat usia 20 tahun. Usia yang relatif muda belum banyak pengalaman tentang bagaimana merawat bayi. Masa yang seharusnya masih menimba ilmu, namun takdir mempertemukan jodohku, masa remajaku sungguh singkat, he he sudahlah, itu masa lalu.Â
Tinggal bersama mertua saat pertama kali melahirkan tentu banyak cerita. Beruntung berjodoh dengan mertua yang sabar, namun punya budaya blasteran antar budaya kuno dan modern. Nah peran inilah yang menjadi drama dalam pemberian ASI.
Selain itu banyak aturan yang dirumuskan bagi anak mantu yang polos dan lugu, juga bagi ibu pasca melahirkan. Karena pertama kali melahirkan, tentu belum pengalaman maka aturan-aturan itu saya lakukan, walaupun sering mencuri kesempatan untuk bebas.
Berikut hal-hal yang dianjurkan dilakukan ibu pasca melahirkan versi mertua:
Pertama, ibu menyusui harus tarak (tidak boleh makan daging dan telur)
Tarak adalah bahasa jawa artinya harus menghindari sejumlah makanan tertentu. Pasca melahirkan justru tidak boleh makan daging dan telur. Karena dianggap makan daging dan telur menyebabkan air susu Ibu berbau amis (anyir) sehingga bayi tidak mau meminumnya.
Padahal kedua makanan tersebut mengandung protein yang justru baik untuk pertumbuhan bayi.
Sisi baiknya, mertua selalu memberikanku sayur-sayuran hijau, seperti daun katu dan wortel dimasak sayur bening yang dianggap memperbanyak produksi ASI. Selain itu setiap sarapan pagi selalu menyediakan aneka urapan dari daun papaya dan daun singkong.