Menjadi pengalaman yang memeras energi juga pikiran saat detik-detik menunggu pengumuman diterimanya anak di Perguruan Tinggi Negeri. Banyak yang dilakukan orangtua dalam mendampingi Ananda untuk mengantarkan menjadi calon mahasiswa baru.
Di samping menyiapkan sejumlah dana yang tidak sedikit tentu saja berdoa agar anak bisa diterima pada perguran tinggi yang diidamkan. Ada banyak kecemasan yang dialami anak maupun orangtua.
Pertama, saat menunggu pengumuman jalur undangan atau SNMPTN. Bagi yang masuk tentu sudah ayem, tinggal memenuhi administrasi dan persyaratan lainnya.Â
Sedangkan bagi yang tidak lolos maka segera mengejar kesempatan kedua yaitu dengan mengikuti SBMPTN. Tentu ini harapan kedua, setelah jalur undangan tidak masuk. Waktu itu saya sempat galau berusaha tidak menangis di hadapan anak ketika mendengar tidak lolos masuk di SBMPTN.
Jika tidak lolos juga maka harus mengejar kesempatan ketiga, yakni ikut jalur seleksi mandiri dari kampus. Di sinilah peluh dan lelahnya perjuangan untuk mengenyam pendidikan di kampus. Segala usaha dilakukannya salah satunya jauh-jauh hari mengikuti bimbingan belajar (bimbel) dengan biaya yang tidak sedikit.
Saya sendiri pernah mengalami bagaimana rasanya ketika mengawal anak masuk di perguruan tinggi. Kedua anak saya pernah tidak lolos lewat jalur undangan juga SBMPTN, beruntung akhirnya masuk melalui jalur mandiri. Alhamdulillah, waktu itu biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp2.500.000 dengan D3 jurusan analis medis.
Dua tahun setelah itu adiknya juga tidak lolos melalui dua jalur tersebut. Alhamdulillah, di tahun berikutnya mengikuti SBMPTN dan lolos masuk S1 Ilmu gizi di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Nah, yang akan saya bahas kali ini adalah mengenai biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi. Memang sebelum menentukan biaya UKT dari pihak kampus sudah memberikan formulir untuk menuliskan besarnya pendapatan dan kekayaan orangtua, yang wajib diisi oleh calon mahasiswa baru.
Di sinilah letak kejujuran seseorang. Bisa saja seseorang menyembunyikan sebagian penghasilannya atau kekayaannya supaya tidak terbebani biaya UKT yang tinggi.
Dari pengisian itulah maka pihak kampus akan menentukan berapa UKT yang dibebankan mahasiswa pada setiap semesternya. Sehingga besarnya UKT pada setiap mahasiswa tentu berbeda-beda. Hal ini tergantung pendapatan orangtua.