Harapan itu tinggal harapan, karena pada kenyataannya harga selalu naik. Sebelumnya harga minyak 1 liter Rp.12.000,- merangkak naik Rp.16.000, hingga Rp.18.000,- dan  saat ini Rp.24.000,-. Saya tidak melihat data, namun kenyataan yang kami alami sendiri. Â
Kenaikan yang 100% inilah membuat kami para Emak-Emak harus memutar otak bagaimana dapur tetap mengepul walaupun harga kebutuhan semakin menyembul.
Bagi kami para Emak-Emak, tidak pernah tahu apa itu inflasi, bagaimana harga komoditi di dunia, apa itu ekspor maupun impor. Kami hanya mendengar katanya Indonesia saat ini mendominasi pasar minyak sawit di dunia dengan produksi mencapai 31 juta ton per tahun.
Masalah-masalah seperti itu mestinya sudah dipikirkan oleh para pemangku kebijakan juga para elit pemerintahan.
Yang kami tahu adalah bagaimana kami bisa mendapatkan minyak dengan harga terjangkau untuk menggoreng tempe dan tahu yang kami suguhkan di meja makan untuk sarapan keluarga.
Kami juga tidak tahu jika tiba-tiba migor langka di pasaran kemana lagi kami harus mencari, yang ada sementara tempe dan tahu saya bacem kemudian saya bakar di tungku.
Ketika kemudian anak saya yang masih kelas 1 SD menanyakan : "Mak kenapa tempenya kok di bakar?"
Saya bilang: "Toko sebelah gak punya minyak", sahutku sekenanya
"Kenapa gak beli di pasar?"
"Di pasar juga gak ada", jawabku ngenes di hati