Dua minggu terahir ini publik diramaikan dengan berita menyebarnya wabah pandemi covid varian Omicron. Geliatnya aktifitas masyarakat yang sudah mulai normal menjadi terganggu, dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Padahal banyak layanan publik di pemerintahan sudah dibuka dengan tetap menggunakan protokol kesehatan.
Demikian juga dengan lembaga pendidikan. Sekolah-sekolah sudah mulai mengadakan tatap muka terbatas dengan mengatur pembelajaran per-shift. Bagi lembaga pendidikan yang peserta didiknya lebih dari 20 siswa per-rombel maka mengadakan tatap muka dua kali shift.
Beruntung lembaga saya, jumlah siswa setiap rombelnya kurang dari 20 anak sehingga semuanya bisa masuk dalam waktu yang bersamaan.
Kabar merebaknya varian Omicron membuat kami cemas, bayangan pembelajaran daring seperti dua tahun yang lalu menghantui. Kondisi yang kurang ideal dan tidak efektif dalam  pembelajaran menjadi segan untuk mengulanginya lagi. Â
Namun sampai saat ini pemerintah kebupaten tempat saya bekerja belum mengisyaratkan aturan pembelajaran daring. Harapan kami dan masyarakat pada umumnya pembelajaran tatap muka tetap dilaksanakan seiring  dengan  kondisi yang baik dan terhindar dari dampak penyebaran Omicron.
Bagaimana gejala OmicronÂ
Kondisi yang baik diatas ternyata tidak sebaik dengan kondisi keluarga. Justru anak saya yang nomor dua mengalami gejala yang mirip dengan tanda-tanda terpaparnya varian Omicron. Â
Menurut dokter Erlina Burhan, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, menyebutkan bahwa gejala Omicron sangat mirip dengan gejala pilek dan flu biasa (Health.detik.com)
Menurutnya gejala Omicron seperti (Flu biasa) batuk, pilek, hidung tersumbat kemudian cairan di hidung meler. Juga mengalami lemah, lesu kadang disertai demam. Â
Akan tetapi, gejala covid 19 varian Omicron tak sepenuhnya mirip dengan flu biasa, dr. Erlina mengungkapkan ada gejala yang khas yang paling banyak dialami pasien Omicron yaitu sakit tenggorokan (detikcom dalam program e-Life, Jumat, 4 februari 2022).
Sejak Rabu  (2/2/2022) kemarin anak saya merasakan kakinya pegal-pegal disertai badannya yang lemah. Saya segera buatkan teh hangat dan menyuruhnya istirahat. Malam hari badannya panas, tidak nafsu makan, dia merasa tenggorokannya sakit. Namun demikian saya paksa untuk tetap makan walaupun sedikit. Pagi harinya dia mual dan muntah.
Saya tetap pergi ke sekolah untuk mengajar dan meninggalkan dia di rumah sendiri. Kakaknya yang bekerja di Puskesmas, saya sarankan untuk membawakan  obat-obatan yang sesuai dengan gejala yang dideritanya. Â
Apa yang sebaiknya dilakukan
Melihat kondisi anak saya yang sama dengan gejala Omicron, maka saya melakukan hal-hal sebagai berikut :
Pertama, jangan panikÂ
Terpapar covid 19 menjadi pengalaman tersendiri, juni tahun 2021 yang lalu anak saya yang pertama  dinyatakan terpapar covid-19. Tertular dari temannya yang sama-sama nakes di Puskesmas.
Sempat menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rumah. Dari pengalaman itu, saya dapat mengulang pelajaran yang sama. Salah satunya, tidak bersikap panik, berusaha menerima keadaan dengan tetap tenang.
Menyiapkan mental dengan positif thinking adalah satu point yang bisa mengurangi kecemasan. Â berusaha dan berihtiyar bahwa ketenangan jiwa adalah salah satu obat yang bisa mengurangi rasa sakit dan cemas.
Kedua, melakukan prokes dengan benar.
Jika kakaknya dulu menjalani isoman dengan menjalankan prokes dengan ketat, kali ini juga saya terapkan pada adiknya. Sejak merasa ada gejala flu, tidurnya terpaksa saya pisah  dengan adiknya. Segala peralatan makan dan kebutuhan apapun saya sendirikan.
Minum obat dan vitamin secara rutin, pagi siang dan sore hari. Saya berusaha menghidangkan makanan yang ia suka, asupan gizi saya utamakan. Minum air putih yang banyak.
Saya sering menyampaikan kepada anak-anak, "jika orang sakit kok doyan makan maka sakit akan segera sembuh", kalimat seperi itu selalu saya ulang ketika menyiapkan makan pada anak-anak.
Berikutnya, semua anggota keluarga wajib memakai masker baik di luar maupun di  dalam rumah. Hal ini penting untuk menjaga penularan terhadap yang lain.
Ketiga, istirahat yang cukup.
Sebenarnya anak saya saat ini tengah konsentrasi menyiapkan skripsi, mungkin ini salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan imun, capek secara fisik juga pikiran yang focus pada tumpukan buku-buku yang menjadi referensi.
Dengan santai saya  menyarankan : "Mbak, sampean harus istirahat, urusan skripsi sementara di hentikan dulu, jangan lama-lama di depan di Lap-Top, urusan ini penting tapi lebih penting kesehatanmu",
Saya berharap dia bisa istirahat, tidur yang cukup dan makan makanan yang sehat, tak lupa minum air putih yang banyak.
Keempat, tetap berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sakit adalah ujian yang Allah berikan pada hambanya. Hendaklah semua ujian diterima dengan ihlas dan hati yang lapang. Yakin bahwa hanya dengan pertolongan Allah semua sakit akan diberi kesembuhan. Seperti firman Allah dalam surat Asy-syu'ara yang artinya : "Dan apabila aku sakit, Dialah pada hakekatnya yang menyembuhkankan aku".
Maka apapun bentuk ihtiyar kita hendaknya dibarengi rasa tawakkal pada Allah, mengharap dan selalu berdoa bahwa semua yang terjadi di muka bumi ini atas kuasa Allah Tuhan Pencipta alam raya.
Seminggu telah berlalu, saat ini keadaannya sudah mulai membaik, semoga dengan rajin minum obat, istirahat yang cukup serta berdoa memohon untuk diberi kesembuhan keadaanya akan sehat kembali. Amiin. Â Â
Bapak dan Ibu, mari tetap menjalankan protocol kesehatan sebagai upaya kita mencegah penularan covid-19 varian Omicron. Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H