"Wis gak usah, biaya sekolah kui tanggung jawabe wong tuwo, awakmu gak usah melu-melu" tutur Simbok meyakinkan Aini.
Ahirnya Aini berangkat ke pesantren bersama dua temannya dengan tujuan yang sama. Alhamdulillah mungkin ini yang terbaik baginya. Dijalani hari-harinya di sana sebagai ustadzah yang mengajar para santri. Menikmati kehidupan di pesantren mengajarkan banyak hal.
Semua jalan hidup seseorang adalah pilihan. Maka jatuhkanlah pilihanmu pada yang benar. Karena pilihan akan mengantarkanmu pada masa depanmu.Â
Tak terasa sudah satu tahun Aini berada di pesantren, setiap pertengahan semester  dapat pulang untuk melepas kangen pada Bapak, Simbok dan adik-adiknya. Setiap kali pulang dia membawa oleh-oleh sekedarnya, kadang juga membelikan kain untuk mereka jika pas ada fulus. Tidak banyak yang Aini berikan pada mereka, karena memang bukan orang yang sedang bekerja, toh mereka juga tidak banyak berharap kepadanya.
Dua hari berada di rumah tiba-tiba ada dua orang pemuda  yang datang ke rumahnya. Aini tidak mengenalnya. Ketika dipersilahkan masuk dia mengatakan:
"Maaf tadi salah masuk rumah", ujarnya menerangkan
"Lo, la jenengan saking pundi?" tanya Aini penasaran.
"Rumah yang ada di depan, saya kira rumahe sampean, ternyata rumahnya Simbah", jawabnya malu-malu.
Aini terkesan dengan keberanian dan pedenya, tidak kenal juga belum pernah ketemu, datang ke rumah dan menyampaikan maksud berkenalan dengan serius.
"Aku pemuda dewasa, dan siap berumah tangga, aku ingin berkenalan serius", ucapnya tanpa tedeng aling-aling, setelah duduk dan memperkenalkan  nama dan alamat rumahnya.
Amboooi,,,Berani, banget pemuda di depanku ini,.. Aini hanya mesem dan datar.