"Enak bu, jadi tukang parkir, pekerjaannya ringan dan mendapatkan uang dari hasil setoran yang kita dapat."
Saya menjadi haru melihat anak-anak yang mempunyai cita-cita sederhana, di saat teman-teman di kota ingin menjadi dokter, polisi, pilot, justru anak-anak ini mempunyai cita-cita dari apa yang dia lihat. Cara pandang mereka cukup sederhana, asal dia mendapat uang itulah yang menjadi pekerjaannya.
Mereka cukup tahu mengukur dirinya dari apa yang dia lihat sehari-hari, sering tidak punya sangu ketika sekolah, juga melihat bagaimana ibunya mencari uang untuk sekedar makan keluarganya.
Dengan latar belakang pendidikan orang tua yang tidak menamatkan sekolah dasar, mereka memberikan pengertian sekolah tidak perlu tinggi, yang penting bagaimana mereka mendapat pekerjaan untuk sekedar makan, itu saja yang mereka wejangkan pada anak-anaknya.
Hari itu saya bertanya pada anak-anak, apakah hari ini semua mendapatkan sangu dari ibunya, semua menjawab iya, namun Barja mengatakan, "Tidak bu, ibu saya tidak punya uang."
Saya senang mendengar jawaban Barja, walaupun tidak sangu tapi tetap saja dia masuk sekolah, hal ini pernah saya sampaikan diawal pembelajaran tatap muka dimulai.
"Kata ibu saya, bawa air minum saja yang banyak nanti kalau terasa lapar, minum air itu sudah cukup," ujar Barja di depan teman-temannya.Â
Saya cukup bangga dengan anak-anak ini, mereka sudah tidak merasa minder lagi. Beberapa teman juga menyampaikan, "Iya bu, kalau saya tidak punya sangu saya juga tetap sekolah."
"Bagus, itu yang diharapkan dari bu guru, sering saya sampaikan bahwa yang paling penting menuntut ilmu, belajar di sekolah bukan sangunya."
"Anak-anak jika kalian ingin punya sangu sendiri, kalian bisa bersekolah sambil membawa makanan ringan, nanti bu guru akan membeli."
"Bu, saya boleh bawa krupuk kah? Karena tetangga saya punya olahan krupuk gorengan pasir, saya diminta untuk menjualnya," ujar Barja.