Cita- cita saya adalah melihat Indonesia bangkit jadi bangsa yang kuat dan terhormat. Bangkit jadi macan Asia. Bangkit jadi bangsa yang disegani oleh bangsa-bangsa lain karena rakyat nya hidup sejahtera.
Benarkah kita akan baru disegani bangsa-bangsa lain  jika rakyat nya sejahtera?
Faktanya bangsa yang kere tidak akan diangap. Pastilah kita semua setuju. Bilapun dapat pengakuan ialah sebagai peliharaan. Dipelihara sebagai pasar untuk bangsa-bangsa yang tidak menghedaki kita menjadi kuat dan berdaulat, bangsa yang butuh tempat jualan dan pasarnya harus loyal dengan tetap di peras.
Tapi kita masih santai, alam masih bermurah hati. Kita masih bisa makan kan. Kita
kalo sakit masih bisa berobat dengan layak kan. Mau sekolah kan juga masih bisa. Tol juga mahal kita masih bisa lewat. Masih punya kerjaan ini, masih bisa beli yang dimau. Masih bisa jalan-jalan, masih bisa seru-seruan dengan teman-teman. Lagi ada diskon brand-brand bagus masih bisa berburu, masih bisa lah ikut trend, masih bisa jadi orang-orang modern yang punya tempat. So buat apa pusing? Masih aman lah. Masih sanggup.
Tapi apa begitu cara berbangsa, bernegara? Apa kita tidak punya tanggung jawab ikut memikirkan mereka yang tidak senyaman kita?
Terlebih kita yang sudah enak hari-hari menikmati fasilitas negara. Kalau kata Ian di 5cm diatas puncak Mahameru, dari lahir gua disini, gua make tanah nya, minum air nya, masa gua ga ada terima kasih nya. Maka saya bangga setelah tau ga cuma Ian yang secangih itu mikirnya, banyak anak muda juga memilih jalan yang sama.
Saya mau jadi bagian dari mereka itu. Untuk berterimakasih. Karena cinta. Karena bangga. Juga karena merasa menumpang di tanah kita sendiri. Juga karena melihat banyak rongga penyakit ditubuh bangsa dan negara ini.
Ok saya pikir sekarang gini. Kapan ya kita bisa disegani itu? Aku jawab sendiri deh, ya kalau kita udah sejahtera itu. Caranya? Saya jawab sendiri lagi ni... dengan berhenti dirampok.
Loot a house on fire. Rampoklah rumah yang terbakar. (Tony Cho took a change to help prince of Hongnong's Throne). Saat sebuah negara mengalami konflik internal , terjangkit penyakit, kelaparan, merajalelanya kejahatan, demokrasi di jual beli, penguasa terjangkit virus setir aparat dan korupsi, maka dia tidak akan kuat menghadapi ancaman dari luar. Inilah waktunya untuk menyerang. Saat musuh berada dititik terlemahnya, seranglah tanpa ampun dan hancurkan agar tidak ada masalah dikemudian hari.
Kita sebagai bangsa dan negara sudah dalam fase itu. Sebagai keluarga besar nusantara sedang di bikin cekcok, dibikin kacau, saling tuding. Demokrasi kita sudah dibeli. Dihantam dengan kekuatan uang. Maka berita kejahatan dan korupsi bukan hal yang bikin kita kaget lagi, udah ga tabu lagi, udah biasa. Dengan membeli demokrasi dan mencetak para elit yang terpilih dengan pasokan modal dari mereka maka si penjahat yang jeli melihat pekuang ini dengan leluasa merampok dan menguras kaya nya alam kita habis-habisan.
You know, bahwa suatu negara selalu ingin mendapat kondisi yang lebih baik diluar batas negaranya, untuk mempertahankan keberlangsungan negaranya. Maka tercipta hubungan dengan negara lain. Ada negara yang bersifat ekspansif karena kebutuhan yang sangat besar dan tidak dapat mengandalkan kekayaannya sendiri. The strong will do what they can, the weak will suffer what they must. Jadinya ya gitu, kalau kita bangsa mundur yang berlindung dibalik nyamannya gelar bangsa berkembang tidak akan ada kesetaraan kekuatan untuk bergaul dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.Â
Ya kalau ga maju ya mundur gitu lho. Jangan bicara keadilan bila tidak ada kesetaraan kekuatan. Jangan tuntut bangsa lain untuk fair dengan kita kalau kita ga kuat. Apalagi kepada bangsa yang ekspansif tadi. Posisi strategis kita mengimplikasikan banyak banget yang merasa kurang nyaman dengan kepantingan negara mereka dan potensi kita secara ekonomi adalah ancaman bagi mereka. Maka disitulah dibuat sedemikian rupa agar selalu "bersahabat" dengan kepentingan mereka. Sederhananya keleluasaan mereka untuk mondar-mandir di nusantara ini.