Keempat, dari keseluruhan poin yang ada diatas, lahirlah poin ke empat ini yang membuat mual akal dan nalar umat manusia. Keempat ini adalah mulut lancang pak de beserta pembantu-pembantunya. Mulai dari memaksa rakyat diet, menanam sendiri yang mahal, mecabut meteran listrik, cacing adalah protein, hingga kualitas aseli pak de yang keluar akhirnya dari diksi-diksi murahnya. Tak perlu saya tulis, masih akan membuat mual saat kita ingat. Hingga yang tak kalah memalukan adalah mulut pak de yang akhirnya kaku dan seolah kehilangan kendainya ketika tidak mampu memuaskan tanya para awak media dengan jawaban yang tidak perlu cerdas setidaknya jangan bodoh saja.
Kelima, kriminalisasi ulama. Ini merupakan serangkaian teror yang sengaja di gencarkan karena pada dasarnya orang yang beragama tidak akan mengkhianati negaranya. Maka kelompok ini harus mereka ganggu. Salah satu agendanya adalah meneror dengan melakukan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh agama. Kasus chat mesum palsu yang dijadikan upaya untuk membungkam kekuatan seorang yang ucapannya akan melemahkan upaya busuk kelompok ini. Hingga teror kekerasan secara fisik terhadap ulama yang bahkan merenggut nyawa. Menjadi bukan satu-satunya situasi orang gila dikambing hitamkan. Sekali lagi tahun ini menjadi saksi bahwa mereka bagitu takut akan persatuan umat, maka pemimpin umat mereka kerjai denga keji.
Keenam, presekusi terhadap suara dan nurani rakyat. Gerombolan ini sebenarnya tidak sekuat itu. Suara-suara nurani rakyat yang mereka bungkam itu sebenarnya tidak sepenuhnya berhasil mereka bekap. Hanya karena ada aparat-aparat lemah yang mau saja jadi tangan besi penguasa untuk mempresekusi anak bangsa yang menyurakan haknya yang juga diatur oleh kosntitusi serta segerombol preman bayaran yang jelas menggambarkan bahwa rakyat masih lapar hingga mau disuruh jadi musuh saudaranya sendiri. Hanya karena sumber-sumber suara dan nurani rakyat adalah orang-orang yang benar cinta tanah airnya maka mereka mengalah. Tidak sulit rasanya bila rakyat sudah mengambil jalan pintas, aparat-aparat lemah dan preman bayaran itu tak akan mampu menandingi kekuatan suara dan nurani itu. Sekali lagi karena mereka cinta negerinya makanya mereka masih bermain cerdas dan baik dan bersabar menanti sang nabi palsu yang takut menggelinding kejurang dengan jalan yang baik dan bermartabat untuk diganti.
Ketujuh, mitigasi, penanganan, hingga politisasi bencana. Masih ingatlah momen pura-pura menyatu dengan suadara kita korban bencana dengan nonton bareng penutupan sebuah ajang olahraga. Hai tuan bukan itu yang mereka butuhkan, itu hanya memenuhi kebutuhan tuan untuk  mejeng dimedia dan memaikan peran saja. Hingga kini rakyat ditanah tempat tuan numpang nonton saja masih tidak tuan urus. Janji tuan pada mereka sudah membusuk. Adalagi saudara mereka yang senasib mendapat uji dari pencipta, yang terdahulu saja masih tuan abaikan. Lah kemudian lagi-lagi tuan pakai lokasi kemalangan mereka untuk mendulang puja-puji dari hamba tuan yang menikmati tipu daya tuan. Anak buah tuan memotong anggaran ini itu hingga tak kuasa anak buah tuan yang lain memberi peringatan pada saudara mereka akan bahaya yang akan datang mengancam nyawa. Ah tuan ini memang tidak paham apa malas saja mencari tahu dan menjadi mau untuk sebagai kepala bagi penyelaamatan rakyat tuan?
Sampailah pada satu akhir dari babak demi babak poin yang saya pilih untuk menjadi renungan bagi yang saya kasihi saudara sebangsa dan setumpah darah. Delapan kisah kita sebagai bangsa yang terjadi ditahun ini adalah refleksi 2018 sekaligus alasan kenapa harus katakan tidak pada tuan dan gerombolannya sekali lagi. Tidak akan sekali lagi kami berikan tuan dan gerombolan tuan bermain api dan membakar negeri kami dengan sengaja. Delapan ini adalah vitamin bagi kita untuk terus berjuang demi tahun yang baru adalah jalan bagi kita untuk menang sebagai rakyat aseli Indonesia.
Kedelapan, ada tiga belas juta rakyaat yang menjadi wakil kita yang sedang berjuang dengan darah dan keringat demi kehidupan lebih baik bagi diri kita dan masa depan negara ini. Lautan manusia yang berjalan dengan kekuatan iman, kebangsaan, persaudaran serta perjuangan kebenaran berisi gelombang yang akan menenggelamkan tuan. Tuan tak perlu marah, gerombolan tuan juga tak perlu marah membaca ini. Bahwa fakta atas aksi yang mengawali bulan penghujung tahun ini adalah bukti kami senada dalam berucap, katakan tidak pada tuan, tak akan kami biarkan tuan lagi. Bukan karena kami benci terhadap tuan, ini tak lebih karena kami tahu tuan tak sayang pada kami yang mungkin satu bangsa dengan tuan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H