Cerita ini akan saya mulai saat seorang pak Prabowo turun dari gunung. Kala itu beliau usai mengikuti latihan militer di Situ Lembang. Dijalan, saat bersama anggota beliau mengendarai jeep dilihat seorang perempuan tua bersama purtinya yang masih belia. Mereka turun dari gunung menuju desa dengan menggendong ikatan kayu bakar.Â
Yang membuat hati pak Prabowo sedih hingga tak kuasa meneteskan air mata ialah, kala itu adalah bulan Ramadhan, pukul 7 malam, saat semua umat muslim tengah menikmati berkumpul bersama keluarga dan menikmati buka puasa. Ibu dan anak perempuannya tadi masih harus menuruni gunung untuk membawa kayu bakar untuk memasak dirumah. Seketika beliau meminta anak buahnya untuk memberikan sejumlah uang yang ada saat itu mereka bawa.
Ini republik saya, ini negara saya, beliau tidak rela. Ini karena kecintaannya pada negerinya. Kebanggan yang luar biasa pak Prabowo ungkap sebagai orang Indonesia. "Saya ingin bangsa saya jadi bangsa yang terhormat. Saya tidak rela bangsa Indonesia diinjak-injak, saya tidak rela bangsa Indonesia dimiskinkan", itu kata yang saya dengar langsung, menjawab pertanyaan saya soal nektar dari perjuangan beliau yang buat saya menjadi energi perjuangan banyak muda-muda terbaik bangsa kita kini.
Pertanyaan saya waktu itu , apa nektar dari perjuangan bapak hingga kini? Apa yang bapak bisa bagikan untuk kita yang muda ini, menginggat atmosfir kala bapak masih muda berbeda dengan zaman kita kini. Yang menggetarkan saya malam itu adalah saat suara berat beliau mengatakan, "yang mendorong saya adalah rasa cinta tanah air", sederhana, entah karena saya mendengar langsung dari beliau dengan ketulusannya, saya semakin yakin atas pilihan saya untuk bersatu barusan dengan beliau dan orang-orang yang ingin Indonesia Adil Makmur.
Lahir dari keluarga pejuang merah putih. Dalam pemerintahan pertama pasca kemerdekaan tahun 45, saat pak Soekarno dan pak Hatta menjadi persiden dan wakil presiden, kakek pak Prabowo, yakni pak Margono menjabat sebagai ketua dewan pertimbangan agung yang pertama. Tak cuma itu, dalam upaya persiapan kemerdekaan Republik ini, pak Margono dan putranya pak Soemitro, yang merupakan ayah pak Prabowo ikut dalam Konferensi Meja Bundar.Â
Terlebih dikeluarga pak Prabowo, dua orang pamannya gugur medan perang, dipertempuran yang sama, dihari yang sama, pak Subianto dan pak Soeyono. Lahir dan tumbuh dalam atmosfir perjuangan dan kemerdekaan menggembleng seorang Prabowo muda yang memiilh plang ketanah air untuk ikut pendidikan militer di AKABRI walau sudah diterima untuk belajar di dua universitas besar diluar negeri.
Itu pula yang akhirnya dalam sebuah kisah perjumpaan dengan seorang kakek penjual kerupuk bersandal jepit saya belajar tentang cinta kepada negera yang seharusnya kita semua pemuda pemudi bangsa miliki. Hari itu seorang pria tua mengendong keranjang dagangan kerupuknya, dihampiri dan diketahui bapak itu setiap hari berjalan kaki dari rumahnya di Ciawi kelokasi dekat kediaman. Pak Prabowo dengan jarak 11km an.Â
Setiap hari di tempuhlah 22km an untuk pergi dan pulang berdagang dan belum tentu setiap hari bisa pulang membawa uang. Sebagai seorang Komandan KOPASUS, beliau tahu sekali bagaimana beratnya harus turun naik jalananan setiap hari sejauh 22km. Semua dagangan bapak tadi dibeli oleh pak Prabowo. Beliau paham betul, itu tidak menyelesaikan masalah. Namun itu mendorong beliau, bahwa rakyat masih banyak yang miskin, "saya tidak rela. Saya akan bekerja, bagaimana mengurangi  penderitaan rakyat saya. Disisa hidup saya".
Dari kisah itu sebuah pesan yang sangat membangun bagi saya ialah, " bila belum bisa membantu banyak orang, kita bantu orang yang kita bisa bantu. Bila belum bisa mnegeluarkan dia dari kemikinan, minimal kita buat dia bahagia dimalam itu, dihari itu".
Maka untuk itulah pak Prabowo sangat suka mengumpulkan anak-anak muda nasionalis dan revolusiner untuk digembleng dan dipersiapkan menjadi jedi-jedinya Indonesia. Like we all know, bapak sangat suka film Star Wars. Anak-anak muda pilihan yang digembleng dan dengan untuk menjadi jedi-jedi dengan  keyakinan bahwa walau kekuatan kebaikan yang dimiliki kecil itu akan bisa melawan kekuatan kejahatan kejahatan yang besar sekalipun. Ungkap beliau, "saat saya dipanggil tuhan, saya punya seribu orang yang akan meneruskan".
Spirit itu juga bapak dapatkan saat mengunjungi salah satu tokoh yang menginspirasi. Sahabat dari ayah pak Prabowo, Cak Nur. Kata Cak Nur, pemipin itu tugasnya sederhana. Bekerja agar orang kecil bisa tersenyum. Saat orang tersenyum berarti aman, senang, kalau senang berarti tidak lapar, anaknya tidak lapar. Serta kisa penggemblengan satria piningit oleh Cak Nur, yang menjadi semangat beliau hingga kini.