Hal-hal tak kasat mata kini mulai merasuk dunia demokrasi kita. Nama-nama hantu dipersiapkan untuk kemenangan Raja Genderuwo Sontoloyo. Sesama sosok astral pemilih ghoib dan pemimpin lelembut memang tiada mungkin dipisah.
Seorang sosok manusia ksatria menyadari hal ini. Beliau paham betul hantu-hantu ini disiapkan tidak hanya untuk menjegal langkah nya menghimpun kekuatan rakyat, tapi juga untuk memasukkan rakyat negeri itu kedalam perangkap penderitaan tak berkesudahan. Bagai ayam mati dilumbung padi, rakyat negeri itu dimiskinkan dengan sangat keji.
Jebakan bagi nalar dan akal sehat sedang terus mereka jalankan. Nama-nama hantu itu keluar berkali-kali. Satu nama keluar hingga 13 kali. Hantu-hantu ini juga dibekali kartu-kartu diri palsu. Tidak mampu mereka bantah, ulah mereka sudah berceceran dijalanan.
Waktu berganti, hantu-hantu karya mereka sudah mulai dapat dilihat tanpa kemampuan indera keenam. Selagi masih memiliki akal sehat, kita atau siapa saja yang mau membuktikan kebenaran bahwa mereka sedang takut dan menebar ketakutan.
Suatu ketika, ulah celamitan kembali mereka ulang. Tiada lain tiada bukan jiwa mereka sudah diduduki hawa nafsu kekuasaan. Setelah sesama hantu mereka berhimpitan, kini kegilaan membuat mereka kembali beraksi tipu daya. Orang-orang yang sudah dibebaskan tuhan dari kewajiban mengabdi, lalu dipaksa memenuhi sumber-sumber kedustaan.
Kita semakin sadar, kita tahu bagaimana penampakan sosok hantu yang merasuki dan perpura berwujud orang sudah kehabisan akal yang sedari awal sangat sedikit mereka miliki. Sudah tiada lagi orang aseli, alias manusia berwujud manusia yang akan percaya. Tidak ada lagi manusia waras yang bisa mereka harap mau memberi satu nama mereka untuk memilih menjadi ikut gila dan menjadi ghoib.
Kegilaan dan ulah ghoib mereka yang sudah membuat lumpuh sebagian sendi kehidupan negeri itu. Raja lelembut ini sudah semakin tidak tahu diri, entah apa yang dia pikirkan, sehingga merasa masih pantas menipu lagi dan lagi. Dirinya dan pasukan sirkus hantunya memang akan melakuka segala cara agar penonton miskin nalar mereka terus terhibur. Namun mereka semakin takut, orang-orang yang jiwanya mereka bisa beli mereka dekap segala arah. Memang bukan rahasia, banyak dari alat negeri itu sudah mereka sandera. Tapi tak apa, kekuatan pasukan dengan peadang akal dan perisai nalar akan siap menyerbu pasukan mereka yang kekuatannya hanya dalam hitung angka-angka  pura-pura. Diudara mereka dengan bangga memamerkan jumlah kekuatan yang berhasil mereka himpun. Didunia nyata mereka akan takhluk karena kepandaian mereka memanupilasi cerita dan membalik fakta tak laku berkuasa.
Kalau memang sudah kuat, kalau memang sudah hebat mengumunkan hasil penghitungan mereka dengan congkak, kenapa masih harus menjadi pabrik hantu, kenapa harus memaksa orang tak berkewajiban?
Negeri sudah saatnya tamat belajar dari sekolah alam raya. Dimasa ini, walau harus dibayar dengan kehancuran yang nyata, rakyat diberkahi dengan ilmu tak ternilai. Dimasa raja genderuwo ini umat dan rakyat berakal sudah mampu membeda antara manusia dan hantu, antara manusia berhati manusia dengan manusia berhati hantu. Banyak manusia berbaju malaikat ditelanjangi oleh nafsunya sendiri dengan bergumul dengan raja sontoloyo gila dan para budaknya.
Karena pelajaran ini sudah kita bayar mahal dengan kehilangan banyak pundi dan harta negara, kehilangan cita rasa bersaudara dalam beda, dibacik-cabik dengan memutar balik fakta, maka kita tidak punya waktu untuk pelan-pelan. Segera kita harus runtuhkan kegilaan nafsu membunuh kaum penjilat matahari. Memang dia takut diganti, karena kebenaran semakin berani. kita selamatkan saudara kita yang kita sedang ingin mereka rampok suaranya, selamatkan setiap jiwa yang punya raga aseli nusantara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H