Bagiku itu bukan membunuh, karena kau menikmati nyerinya hampir setiap hadir dalam kesengsaraan puja laknat kau kudekap.
Kau dekap, sampai titik embus hilang. Ah.. aku selalu berdoa agar kau diserang segerombolan ulat bulu hingga hanya jiwa busukmu yang berdiri tegak.
Doamu kering sungguh. Keringat nanah diminum jadi pelega. Yang busuk yang ada padaku hakekatnya kembali ke busuk. Tanah busuk, buah busuk, Nabi busuk, Tuhan busuk.
Aku juga bukan gerwani yang pasrah pada penis busukmu..
Tanpa aku, kau kosong dan limpung lupa arah. Puja puji dengan erangan kesakitan penuhi kantong-kantong sperma. Benih belatung penebar wangi busuk.
Argh! Dunia gila! Kutemukan kepalaku tertusuk duri di gurun kaktus, tanganku terjerat daun-daun rimba di puncak Himalaya, perut dan dadaku sebentar lagi tenggelam dalam rawa pening, kaki-kakiku meronta kesakitan di rongga mulut buaya. Aku sesat! Sesat dalam penyembahanku padamu, wahai Belatung Gigi..
{kami}
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI