Mohon tunggu...
rumzil laily
rumzil laily Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hidup butuh proses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Euforia penelitian

24 November 2013   19:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:44 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia adalah seseorang yang polos dan apa adanya itulah salah satu gambaran tentang hendra kecil. ia merupakan salah satu anak dari 5 bersaudara. Hendra tumbuh dalam keluarga yang bisa dikatakan sangat sederhana atau serba kekurangan dalam sisi ekonomi. Hidup serba kekurangan sudah menjadi hal yang biasa bagi hendra, tetapi ia tak hanya diam menyaksikan apa yang keluarganya rasakan, Hendra selalu berusaha menyiasati hal tersebut dengan berbagai macam tindakan kreatifnya, seperti berjualan es lilin, kacang rebus, jagung rebus milik tetangganya yang berbaik hati untuk membantu. Dan gambar mewarnai yang hendra buat sendiri untuk di jual di sekolah dasar tempat ia menimba ilmu serta hendra juga berjualan kantong kresek di pasar tradisional. Tak ada sedikit pun rasa malu maupun canggung yang menghantuinya, tapi yang ada hanya semangat dan percaya diri dalam dirinya.

Setiap pagi Hendra pergi ke sekolah untuk melaksanakan kewajibanya sebagai pelajar, sambil membawa beberapa dagangan untuk dijajakan. Sedangkan sepulang sekolah ia tak langsung bermain layaknya anak-anak seusianya, akan tetapi Hendra pergi ke pasar untuk berjualan kantong kresek yang sudah menjadi rutinitas setiap pulang sekolah.

Ya memang tak pantas rasanya seorang anak kecil seusianya yang harusnya menikmati masa-masa dunia anak, malah ia menjelma seperti orang dewasa. Tetapi apa daya keadaanlah yang memaksa ia.

Kaki kecil penuh dengan lumpur hitam pasar tradisional yang beralaskan sandal kusam itu, terus membawa ia menjajakan barang daganganya dari tempat satu ke tempat yang lain.

“Pak, bu kantong kreseknya…!” tawarannya ke setiap kali ada orang yang sedang berbelanja.
2 ratus rupiah harga per kantongnya sudah membuatnya senang di setiap ada orang yang membeli dagangan hendar.

Sinar matahari yang sangat menyengat tak membuatnya ikut terbakar dalam sengatan panasnya sang surya untuk terus mengerjakan rutinitasnya itu. terkadang rasa haus dan lapar menjadi teman pengantar setia hendra.

Berwangian bau sengatan matahari, bemandikan keringat, beraromakan semerbak bau khas pasar tradisional sudah menjadi gaya hidup dalam pekerjaanya. Jika waktu sudah sore, hendra mencukupkan pekerjaan dan pergi untuk pulang dengan sedikit membawa uang dari hasil jualannya. Tak banyak memang, akan tetapi itu sedikit cukup untuk mengisi uang saku dan sedikit membantu orang tua hendar di rumah.

Waktu terus bergulir dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun berlalu dengan pengorbanan, kini Hendra tumbuh menjadi sosok pemuda biasa lainnya, yang sekarang duduk di bangku SMA swasta di daerahnya. Dia sangat menyukai ilmu sains, sejak kecil ia sangat suka memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi di kehidupan, seperti jatuhnya buah dari pohonnya, bulan yang hanya muncul pada malam hari dan matahari yang hanya muncul pada siang hari, dan lain-lain. Sehingga ketika sudah menginjak kelas dua SMA , saat pengambilan jurusan , dia mengambil jurusan IPA karena dia bercita-cita untuk menjadi seorang peneliti ataupun seorang ilmuwan. Dia termasuk siswa yang pandai dan kritis terhadap fenomena yang terjadi di kehidupan.

Berbekal dari ilmu dan pengalaman yang ia dapat dari masa kecilnya, cukup membuat ia tegar dan siap menjalani lika liku kehidupan di masa nanti. Cahaya masa depan yang cerah kini sedang menanti untuk ia raih. Dan Masa lalu biarlah belalu hidup getir, pahit dan jauh dari kata cukup biar saja menjadi bingkai kehidupan dan jadi motivasi untuk meraih masa depan yang gemilang.

Berhari-hari, berbulan-bulan ia lewati perjalanan hidupnya dengan penuh semangat. Tak terasa sudah tiba saatnya pada ujian nasional (UNAS) , suatu ujian yang menentukan lulus tidaknya seseorang. Meskipun dia belajar sambil bekerja tapi itu tidak mematahkan semangatnya untuk terus berjuang dan belajar untuk mempersiapkan ujian nasional yang sebentar lagi akan ditempuhnya. Tiap sore dia pergi bimsus (bimbingan khusus) yang diadakan di sekolahnya, pada saat bimsuspun dia masih sempat berjualan untuk membantu meringankan pekerjaan orang tuanya, hanya dialah yang menjadi harapan kedua orang tuanya untuk membantu membiayai adik-adiknya kelak ketika kedua orang tuanya sudah tiada, karena dia merupakan anak pertama dari lima bersaudara, jadi dia yang mempunyai tanggung jawab yang paling besar untuk membantu kedua orang tuanya.

Saat-saat yang dinantikanpun tiba yaitu suatu ujian yang menentukan kelulusannya, ujian ini dilaluinya selama empat hari. Tinggal ia menunggu pengumumun kelulusannya. Dia merasa lega karena saat-saat yang menegangkan (UNAS) sudah ia lalui, tinggal menunggu kapan pengumuman kelulusannya. Disela-sela penantiannya dia merasa sedih karena bingung , akan melanjutkan kemana setelah ini. Dia sangat ingin melanjutkan ke jenjang universitas dan mewujudkan cita-citanya yaitu menjadi seorang ilmuwan. Akan tetapi dia menoleh ke belakang tentang kemempuan keluarganya. Mampukah aku melanjutkan pendidikan ini ? pantaskah aku memperoleh pendidikan ini ? anak seorang miskin, yang mampu duduk di bangku kuliah ,, kegundahan mulai meliputi hatinya, keinginan dan kenyataan mulai berputar-putar di dalam otaknya. Akhirnya pengumuman SNMPTN keluar dari sekolahnya dan ia masuk seleksi untuk mengikuti SNMPTN jalur undangan bidikmisi. Dia berharap bisa bisa diterima melalui jalur ini agar tidak memberatkan kedua orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun