Papua, wilayah paling timur Indonesia, sering menjadi sorotan internasional karena isu-isu yang kompleks seperti referendum kemerdekaan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan pembangunan yang tertinggal. Dalam konteks kebebasan pers yang terbatas di Papua, media global memainkan peran penting dalam membingkai dan menyebarkan isu-isu ini ke khalayak internasional. Artikel ini akan menganalisis pemberitaan Papua oleh Al Jazeera, menggunakan teori framing Robert N. Entman untuk memahami bagaimana isu tersebut didefinisikan, penyebabnya didiagnosis, penilaian moralnya dibuat, serta rekomendasi solusinya. Selain itu, artikel ini akan mengevaluasi peran Al Jazeera dalam memberitakan Papua: apakah sebagai intensifier, diminisher, atau resolution media, serta menilai apakah pendekatan yang digunakan lebih condong ke jurnalisme damai atau jurnalisme perang.
Isu-Isu Papua dalam Pemberitaan Al Jazeera
Sebagai contoh, artikel Al Jazeera berjudul "West Papua: Calls for Independence Amid Rising Tensions" (2023) menggambarkan isu referendum dan meningkatnya ketegangan antara pemerintah Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan. Artikel ini menyoroti:
- Referendum Kemerdekaan: Aspirasi rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri.
- Pelanggaran HAM: Laporan tentang kekerasan militer, penangkapan aktivis, dan pembatasan kebebasan pers.
- Pembangunan dan Ketertinggalan: Masalah stunting dan akses pendidikan yang minim di Papua.
Media Framing Berdasarkan Teori Robert N. Entman
- Define Problem: Al Jazeera mendefinisikan Papua sebagai wilayah yang menghadapi konflik berkepanjangan akibat tuntutan referendum yang tidak diakomodasi.
- Diagnose Cause: Artikel ini mengidentifikasi ketegangan historis sejak integrasi Papua ke Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang kontroversial, serta kebijakan pemerintah yang dianggap diskriminatif.
- Make Moral Judgment: Al Jazeera menyampaikan kritik terhadap tindakan militer Indonesia, menyebutnya sebagai pelanggaran HAM, tetapi juga mencatat adanya serangan dari kelompok bersenjata di Papua.
- Treatment Recommendation: Artikel ini mengusulkan perlunya dialog antara pemerintah Indonesia dan kelompok Papua, serta peran internasional dalam memastikan proses yang adil.
Selain teori Robert N. Entman, pemberitaan Al Jazeera juga dapat dianalisis melalui kerangka Conflict Frame dan Human Interest Frame, yang sering digunakan dalam studi media untuk memahami dinamika pemberitaan konflik:
- Conflict Frame
- Al Jazeera sering membingkai konflik Papua sebagai perseteruan antara pemerintah Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan. Dalam artikel seperti "West Papua: Calls for Independence Amid Rising Tensions", konflik ditekankan pada perbedaan ideologi dan klaim sejarah yang mendalam.
- Fokus pada aksi kekerasan, baik oleh aparat keamanan maupun kelompok bersenjata, memperkuat narasi bahwa Papua adalah wilayah dengan eskalasi konflik yang terus meningkat.
- Human Interest Frame
- Artikel Al Jazeera juga menggunakan pendekatan human interest dengan menyoroti penderitaan masyarakat Papua, seperti pelanggaran HAM, stunting, dan minimnya akses pendidikan.
- Dengan menghadirkan suara individu atau kelompok yang terdampak, Al Jazeera berusaha menarik simpati pembaca internasional terhadap situasi Papua.
Jurnalisme Damai vs. Jurnalisme Perang
Pendekatan Al Jazeera cenderung menggabungkan elemen jurnalisme damai dan jurnalisme perang. Artikel mereka berusaha memberikan ruang untuk perspektif semua pihak, tetapi juga menyoroti pelanggaran yang terjadi, yang dapat memicu reaksi emosional dari pembaca. Dalam konteks ini, Al Jazeera lebih condong ke jurnalisme damai dengan memberikan solusi seperti dialog dan mediasi internasional
Posisi Media Dalam Memberitakan Papua:
1. Media as Issues Intensifier
Media dalam posisi ini berperan memperbesar perhatian terhadap konflik dengan menonjolkan ketegangan atau eskalasi konflik, memberikan fokus utama pada kekerasan, ketidakadilan, atau isu-isu yang memicu kontroversi. Sering kali menggunakan narasi yang dramatis atau emosional, yang dapat memperkuat persepsi publik bahwa konflik tersebut parah dan mendesak untuk diperhatikan.
Dampaknya akan memicu perhatian internasional dan meningkatkan kesadaran publik, tetapi juga berpotensi memperburuk konflik dengan memperbesar persepsi ketegangan.
2. Media as Conflict Diminisher
Media dalam posisi ini berperan meredam atau menurunkan eskalasi konflik dengan menyajikan pemberitaan yang seimbang dan mencatat upaya positif, seperti program pembangunan atau kebijakan yang mendukung resolusi, mengurangi fokus pada narasi yang memicu ketegangan, seperti aksi kekerasan atau perbedaan ideologi yang tajam.
Dampaknya adalah mengurangi ketegangan dalam pemberitaan dan membantu menciptakan narasi yang lebih kondusif untuk meredakan konflik.
3. Media as Conflict Resolution
Media dalam posisi ini berperan sebagai fasilitator resolusi konflik dengan, mengusulkan solusi yang dapat mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik, seperti dialog, mediasi, atau kerja sama internasional, memberikan ruang kepada berbagai pihak untuk menyuarakan perspektifnya secara adil, sehingga mendorong pemahaman dan kompromi.
Dampaknya adalah meningkatkan peluang resolusi damai dengan mengarahkan perhatian pada solusi, bukan hanya masalah atau ketegangan.
Posisi Media Al Jazeera dalam Memberitakan Konflik Papua berdasarkan analisis dapat dikategorikan sebagai media conflict intensifier. Hal ini terlihat dari beberapa faktor:
- Menonjolkan Ketegangan
- Al Jazeera kerap menyoroti ketegangan antara pemerintah Indonesia dan kelompok separatis, seperti dalam artikel yang menggambarkan aksi militer di Papua sebagai respons represif terhadap gerakan pro-kemerdekaan.
- Liputan ini memperbesar perhatian internasional terhadap konflik, tetapi berisiko memperburuk persepsi global terhadap pemerintah Indonesia.
- Menjadi Amplifikasi Suara Lokal
- Dengan memberikan platform kepada aktivis Papua dan laporan dari lembaga HAM internasional, Al Jazeera membantu menyuarakan isu yang sering kali sulit diakses media nasional.
Namun, Al Jazeera juga memiliki elemen conflict resolution dengan mempromosikan dialog sebagai solusi. Dalam beberapa artikel, mereka mengangkat pentingnya peran pihak internasional dalam memediasi konflik dan mendorong solusi damai.
Melalui pendekatan framing seperti Conflict Frame dan Human Interest Frame, Al Jazeera memainkan peran ganda dalam pemberitaan Papua. Di satu sisi, mereka menjadi conflict intensifier dengan memperbesar perhatian terhadap ketegangan. Di sisi lain, mereka juga menunjukkan elemen conflict resolution dengan mengusulkan dialog sebagai solusi. Pendekatan ini mencerminkan upaya untuk tetap relevan dalam pemberitaan konflik global, meski terkadang menimbulkan dilema antara jurnalisme damai dan jurnalisme perang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI