Penyebaran COVID-19 di Indonesia masih belum teratasi, berbagai langkah sudah dilakukan seperti PPKM, protokol kesehatan yang ketat, vaksinasi, dsb. Namun sudah hampir dua tahun penyebaran virus COVID-19 masih belum juga terhenti. Akibat COVID-19 ini tentu saja berdampak juga pada pendidikan, semula perkuliahan dan sekolah-sekolah diselenggarakan secara luring (tatap muka) terpaksa beralih dengan menggunakan pembelajaran daring.
Bagaimana mahasiswa Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta menghadapi kuliah daring?
Karena baru pertama kali sudah pasti mahasiswa dan dosen membutuhkan waktu penyesuaian yang cukup sulit untuk beradaptasi dan membiasakan sistem pembelajaran secara online, tetapi tidak membutuhkan waktu yang lama mahasiswa dan dosen Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta bisa menyesuaikannya. Dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat bantu pembelajaran mahasiswa seperti WhatsApp, Instagram, Email, YouTube tidak hanya itu saja Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta juga menggunakan aplikasi lain seperti discord, E-Learning, zoom, google meet, class room. Meskipun sistem pembelajaran online mahasiswa tetap bersemangat menjalani perkuliahan, sepertinya mahasiswa juga sudah mendapat feelnya. Namun tetap mahasiswa Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta sering mengeluh bahwa perkuliahan daring ini kurang efektif seperti : tidak maksimal dan kurang paham saat menerima materi, dan dosen juga tidak menyangkal hal tersebut karena memang benar pembelajaran kuliah daring kurang efektif belum lagi jika mahasiswa dan dosen mengalami terkendala sinyal. Selama perkuliahan daring banyak tantangan yang dialami mahasiswa dan dosen Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta yang pertama adalah waktu, keterbatasannya waktu serta keterbatasan interaksi, sinyal juga tantangan untuk mahasiswa dan dosen tidak sedikit mahasiswa yang ke sana sini untuk mendapatkan sinyal yang stabil agar dapat mengikuti perkuliahan dengan maksimal.
Interaksi mahasiswa UNISA dan dosen apakah efektif?
Pengalaman saya saat kuliah kelas daring di tengah pandemi COVID-19 ini cukup maksimal, karena dosen biasanya akan menggunakan chatroom jika ada mahasiswa yang ingin bertanya dan dosen juga tidak memaksa mahasiswa untuk oncamera saat bertanya. Tidak saya kira ternyata dengan seperti itu banyak sekali yang memberi pertanyaan, berbeda saat perkuliahan luring hanya beberapa mahasiswa yang berani mengajukan pertanyaan. Kebanyakan mahasiswa malu untuk bertanya dan takut jika pertanyaan mereka tidak valid. Namun saat perkuliahan daring banyak mahasiswa yang berani untuk mengajukan pertanyaan, tentu saja ini respon yang sangat baik.
Lantas kuliah daring ini musibah atau berkah?
Semua hal mempunyai sisi positif dan sisi negatif, begitu juga dengan pembelajaran luring dan daring ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Menurut survei ada 56% mahasiswa ingin kuliah secara luring (tatap muka) dan sisanya tertarik dengan pembelajaran secara daring. Mahasiswa lebih banyak memilih perkuliahan luring karena memang hal tersebutlah yang paling efektif dan juga lebih fokus dibandingkan perkuliahan secara daring. Terlepas dari hal tersebut tentu ada pengalaman yang berkesan saat pembelajaran daring di mana teman-teman mahasiswa UNISA oncamera dan melakukan hal-hal lucu, acara menangis karena sinyal, dan lain sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H