Mohon tunggu...
Embie Cnoer
Embie Cnoer Mohon Tunggu... -

Anggota Lab Taeter Kecil Arifin C Noer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

World Music

21 Februari 2015   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:46 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WORLD MUSIC

Sewaktu kecil Warya tak pernah absen nonton wayang. Di desanya selalu saja ada warga yang nanggap wayang. Yang paling sering haji Kertiwa, juragan pemilik hektaran sawah, tambak dan pomp bensin. Setiap tahun ada saja panggung wayang di halaman rumahnya yang luas. Warya paling senang nonton wayang di rumah juragan Kartiwa. Karena selain panggung wayangnya menampilkan dalang papan atas juga banyak sekali makanan dan minuman lezat disediakan untuk hadirin. Siapa saja boleh makan minum sepuasnya. Juragan Kartiwa orangnya baik dan sangat sayang dan hormat kepada siapa saja. Tak pernah dia membeda-bedakan orang kaya dan orang miskin. Juragan Kartiwa orangnya gagah seperti Taufiequrachman Ruki.

Kecintaan Warya pada wayang menumbuhkan tekad dalam jiwanya. Warya sudah bulat niatnya, selepas esema dia akan kuliah di Bandung untuk belajar karawitan. Niat Warya didukung kedua orang tuanya. Awalnya ayah dan ibunya ingin Warya kuliah di pertanian tapi melihat anaknya sangat cinta pada kesenian akhirnya ayah dan ibunya mengalah, mempersilahkan anaknya untuk memilih apa yang menjadi keinginannya.

Tahun pertama Warya kuliah di kampus kesenian di Bandung, sungguh sangat menyenangkan. Banyak teman, banyak ilmu dan banyak sekali hal-hal baru yang berhubungan dengan kesenian.

Ayah dan ibu Warya nampak beku di kursi saat selesai mendengarkan karya musik garapan Warya. Ayah ibunya tidak faham, mengapa garapan anaknya yang semula sangat indah, terus-menerus berubah. Tetapi kenapa perubahan karya musiknya semakin hari semakin terdengar aneh.

"Ini yang namanya world music, abah"

Suatu hari Warya menjelaskan panjang lebar dan dengan bangga atas pencapaian-pencapaian artistiknya dalam menggarap karya musik karawitan. Dia menjelaskan betapa beruntungnya dia kuliah di Bandung karena mendapat pencerahan untuk mengembangkan musik karawitan yang biasa-biasa saja menjadi musik yang bernilai 'world music'.

Ayah dan ibu Warya hatinya terasa pilu saat duduk menikmati suguhan wayang di rumah juragan Kartiwa. Gemuruh indah alunan sajian dari dalang agung membuat keduanya semakin melayang hampa. Keduanya belum bisa memahami, keindahan karya 'world music' anaknya yang terdengar seperti suara berisiknya bengkel las bubut-nya haji Engkos jika dibandingkan dengan keagungan suguhan panggung wayang yang sedang mereka nikmati. Bagi ayah Warya istilah 'world music' kini terdengar seperti ungkapan "God verdoeme het" yang dulu sering dia dengar dari kakeknya kalau cerita di jamannya.

Ayah dan ibu Warya semakin merasa kecil di tengah gaung indah dan agungnya suara panggung wayang. Di kejauhan mereka melihat haji Kartiwa yang awet tua sedang modar-mandir mengomandoi pelayan untuk mengisi makanan dan minuman yang mulai kosong.

Di malam yang sama, di studio latihan, terlihat Warya dengan beberapa temannya sedang berlatih memainkan karya barunya. Warya memainkan musik tanpa baju dengan rambutnya yang gondrong acak-acakan. Dia melompat ke sana ke mari sambil sesekali berteriak seperti teriakan suku Dayak Kenyah, suku Indian dan rocker. Beberapa bule nampak di situ. Ada yang duduk-duduk mendengarkan ada juga yang ikut bermain, mereka nampak mengulum senyum.

ecn@2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun