Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Umroh: Anekdot Lagi

6 Juli 2024   02:27 Diperbarui: 6 Juli 2024   02:35 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
" ngintip " menu tetangga ( dok. pribadi )

Seperti yang sudah pernah saya utarakan sebelumnya, kami oleh muthowif disaarankan untuk bisa menentukan patokan atau titik pangkal lokasi. Tujuannya agar kami punya gambaran " peta lokasi " di benak kami, sehingga tidak bingung ketika pulang dan pergi ke masjid atau ketika nyasar entah dimana ?

WC no 3

     Ketika di masjid nabawi, patokan kami adalah pintu gerbang no 310. Sedangkan ketika di Mekkah, di masjidil Haram, patokannya dalah WC no 3. Aneh kedengarannya ya ? Sebab kalau ditempat yang lazim kita kenal, WC itu letaknya tersembungi atau dibelakang. Tapi disini, WC letaknya malah " didepan ", strategis mudah terlihat. Bahkan untuk WC no 3 ini letaknya sangat strategis sekali, sangat gampang terlihat.

     WC no3 ini letaknya dipojok perempatan jalan utama di depan masjid. Jadi siapapun akan bisa melihat dengan jelasnya. Makanya bagi kami, wc tersebut dijadikan patokan peta lokasi saat kita keluar dari dalam masjid, kita baru tahu posisi kita berada dimana adalah setelah kita bisa melihat WC no 3 terlebih dulu.. dan dari posisi WC no 3 ini pula kami bisa dengan mudah kearah mana jalan menuju ke hotel tempat kami menginap.

     Mengapa wc disini cenderung terkesan dipampang didepan, tidak dibelakang ? Ingat, wc disini bukan sekedar sebagai wc saja, tapi disitu juga ada tempat wudhunya. Sedangkan kita dituntut untuk dalam keadaan suci sebelum masuk ke masjid. Jadi logis banget kan ?

Naik tangga = makan

Entah suatu kebetulan atau kenekadan ketidak sabaran. Baik ketika berada di Madinah maupun di Mekah, banyak diantara kami dan bahkan rombongan lain, bila hendak ke ruang makan, naik tangga. Alasan utamanya, naik lif biasanya antriannya lumayan lama. Padahal mau makan, jadi sepertinya rasanya tak sabar banget.

     Ketika di Madinah, tempat makan kami tidak begitu tinggi posisinya, lantai 3, yang berarti ada enam arah liukan. Beda ketikaa di Makah, tempat makan ada di antai 5. Berari ada sepuluh kali jalan potong arah berputar. Capek, makanpun jadi banyak dan tambah enak. Turunpun menggunakan tangga lagi, tapi santai, sudah kenyang. Yaa , itung-itung sambil olah raga, slow aja.

Oh, orang itu ?!

Saat di masjid Nabawi,ketika aku mencoba sholat diarea depan, sekitar lokasi pengimaman atau roudoh, ada hal yang menarik. Tempat itu bukan Roudah, masih diluarnya area super istimewa itu, tapi sudah masuk didalam area yang tergolong istimewa. Dari tempat  itu kita bisa melihat tempat imam dan muadzin mengumndangkan adzan. Terhalang pagar pemisah memang. Walaupun begitu, tempat itu banyak diincar orang, dan tak mudah mendapatkannya, harus berangkat berpagi-pagi sekali ibaratnya.

     Ada yang menarik dan mencuri perhatian ditempat itu. Ketika aku masuk, ada orang membagi-bagikan kantung plastik untuk membungkus sandal didepan pintu masuk. Sebenarnya disamping pintu masuk ada juga rak menaruh sandal. Tapi agak repot, karena belum tentu kita masuk bisa sambil mendekat ketempat tersebut dan apa lagi nanti saat keluar, lebih ramai lagi. Makanya lebih praktis dimasukan kedalam kantong plasik, lalu dimasukan kedalam tas kusus yang memang sudah siap sedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun