Itulah yang dialami oleh Ahmadi, tetangga baruku. Ayahnya pergi itu bukan karena diusir oleh istrinya atau mertuanya, tapi justru karena diusir oleh orang tuanya sendiri, karena nakal bermain harta.. kata orang ia pergi ke Sumatra. Itu saja. Selebihnya tak pernah ada kabar beritaanya, ibaratnya ia sudah mati dalam cerita. Sampai waktu yang sangat lama. Karena Ahmadi pun kini sudah lama berkeluarga. Sementar itu ibunya juga sudah tiada. Dan kehidupan pun berjalan lurus-lurus saja dang tenang-tenang saja, taka da apaa-apa yang melanda.
Hinggat tiba suatu hari, tiba-tiba datang seorang lelaki tua, diantar orang kerumahnya dan mengaku sebagai bapaknya. Lantas mesti harus bagaimana ? Salahkah misalnya bila Ahmadi menolaknya ? Dosakah misalnya bila Ahmadi tidak mau mengakuinya ? Â Benarkah misalnya bial Ahmadi bangkit emosinya pada orang yang datang mengaku bapaknya sebagai orang yang tak bertanggungjawab ?!
Dan yang lebih membingungkan lagi; kini ia tiba-tiba datang pulang itu mau apa dan untuk apa ? Â Mau memohon untuk rela diakui sebagai bapaknya ? Mau memohon untuk bisa dimaafkan keslahan-kesalahannya ? Atau ingin berbagi oleh-oleh harta benda setelah merantaau tak kurang dari 40 tahun lamanya ? Tapi ia pulang hanya membawa badannya saja yang sudah renta.
Ia pulang tanpa kata, tapi keadaan dirinya sudah berbicara. Dan tanpa banyak kata pula, kemudian Ahmadipun juga bisa memahami dan menerima. Aneh !. Panti Bakti itu bisa dibangun didalam hatinya. Padahal, secuilpun ikatan emosi itu taka da. Maka ungkapan ; " tak kenal maka tak sayang ", terpatahkan disini !
Panti Jompo; sebuah catatan
Istilah panti jompo, sebenarnya terdengar " asing " ditelinga orang desa, dan orang biasa. Konsep " sanak kadhang " atau  " sanak saudara " lebih nyata ada ditengah keluarga orang desa dan orang biasa.
Orang yang tinggal di panti jompo, yang pertma karena atas kemauan sendiri. Bila itu yang terjadi, orang itu pasti secara ekonomi kaya, sebab biaya tinggal di panti jompo juga tidak sedikit. Yang kedua, orang itu pasti bukan orang biasa, melainkan orang yang berpendidkan tinggi atau pernah punya kedudukan.Â
Bila orang type ini yang tinggal di panti jompo, alasannya karena tidak mau merepotkan sanak saudara atau orang lain. Alasan seperti ini sebenarnya " semu ", sebab di panti jompo ia juga tetap merepotkan orang lain, cuma, sekali lagi cuma, karena dia bayar, kata " merepotkan " jadi hilang terbeli oleh uang.
Dan orang yang tinggal di panti jompo golongan yang kedua, adalah karena kehendak orang lain. Ungkapan kasarnya, ia " dibuang " di panti jompo. Orang lain sebagai pemrakarsa, tentu ia orang yang ilmu ekonominya tinggi, bisnisnya sukses, gaya hidup mental idividualisme ala barat, kental melekat ditubuhnya. Nilai bakti sudah tergerus halus oleh prinsip-prinsip  ekonomi kehidupan.(*)
  Â