salam sejahtera selalu buat kita semua semoga diberikan kekuatan, kesehatan dan kemudahan buat kita semua, trimakasi kepada kompasiana yang telah memberikan tempat dikolom ini untuk menambah wawasan keilmuan dan silaturahmi. tahun 2021 sudah meninggalkan kita dengan sejuta cerita dalam kehidupan kita, berganti dengan tahun baru 2022. tentunya banyak harapan,keinginan ditahun baru ini yang lebih baik bagi keluarga, bangsa dan negara. kita doakan saja semoga keinginan kita semua bisa terwujud seperti yang kita harapkan.
saat ngopi diteras belakang terdengar ibu-ibu adu argumen dengan tukang sayur depan rumah para ibu-ibu kaget dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok seminggu ini dan kenaikan sangat mengejutkan tidak sebanding dengan daya beli yang relatif tetap misal minyak goreng kemasan yang mulai langka kalaupun ada harganya sudah tingggi, harga telur dari Rp. 26.000 menjadi Rp. 34.000, harga daging ayam dari Rp. 34.000 menjadi Rp. 40.000 tidak sebanding dengan kenaikan gaji para suaminya yang kenaikannya hanya dikisaran 1-3 %. tentunya ini merupakan masalah besar bagi masyarakat ditenggah daya beli masyarakat yang menurun selama 2 tahun ini karena wabah pandemi ini. kita bisa melihat dari indek harga konsumen, laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah selama 2 tahun ini.
dalam ilmu ekonomi perubahan harga disebabkan oleh pergeseran kurva supply dan demand dipengaruhi yang pertama harga barang itu sendiri dimana naik turunnya harga sangat ditentukan oleh besar kecilnya permintaan dan penwaran dan selalu berbanding terbalik, yang kedua selera perubahan prilaku masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam hal ini adalah selera akan mempengaruhi pergeseran kurva supply dan demand biasanya ini terjadi diakubatkan oleh naiknya daya beli masyarakat.Â
barang subtitusi atau komplementer merupakan penyebab pergeseran suplly dan deman naiknya permintaan barang subtitusi akan mengakibatkan turunnya barang ini karena digantikan dengan barang subtitusi, yang ke empat ekspektasi masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dari distribusi informasi produk yang diterima misal jahe merah untuk daya tahan tubuh, produk kecantikan dll. yang terakhir adalah jumlah pembeli sangat menentukan pergeseran kurva permintaan dan penawaran.
naiknya harga-harga barang kadangkala tidak selalu dikaitkan dengan negatif secara makro karena ini menunjukan naiknya permintaan pasar sehingga kebutuhan barang yang meningkat sedangkan supply konstan sehingga harga menjadi naik, hanya saja yang perlu diwaspadai adalah kenaikan yang tidak rasional yang akan mengakibatkan hyper inflasi, sepanjang laju inflasi itu normal biasanya acuan pada saat ekonomi normal makan laju inflasi harus dibawah laju pertumbuhan ekonomi.
sepanjang kenikan harga disebabkan oleh naiknya daya beli masyarakatan karena naiknya pendapatan mungkin tidak akan menjadi masalah hanya saja apabila kenaikan harga-harga tersebut disebabkan faktor-faktor tertentu tentunya akan menjadi masalah minsalnya kelangkaan harga BBM premium akan merubah pada naiknya PERTALITE dan PERTAMAK, naiknya tarif listrik, Gas LPG secara langsung akan menaikan biaya produksi tentunya akan merubah struktur fix cost dan variable cost sehingga harga pokok penjualan akan menjadi naik.
menyikapi kenaikan harga-harga sepekan ini tentunya harus diwaspadai jangan sampai lengah pemerintah seperti terjadinya penimbunan, penyelundupan keluar negeri dll karena akan sangat berbahaya disaat daya beli masyarakat lemah dan harga-harga naik sehingga daya beli masyarakat turun dan akhirnya masyarakat akan menurunkan pola konsumsi pada keseimbangan baru, penurunan daya beli tentunya akan memnberikan dampak yang luar biasa dan industri sektor rill yaitu barang-barang hasil produksi menjadi kurang laku. turunnya permintaan akan mengakibatkan turunnya laba yang dihasilkan perusahan dan bisa ditembak makan penerimaan pajak negarapun akan turun.
defisit anggaran yang semakin melebar di tahun fiskal 2021 sebagai pelajaran buat kita bahwa ekonomi kita sangat rentan terhadap goncangan ekonomi hal ini fundamental kita masih bertumpu pada beberapa sektor saja sehingga apabila sektor sektor tersebut terjadi penurunan makan realisasi penerimaan pajakpun takkan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. memang didunia ini sudah sedikit negara yang menggunakan fostur APBN berimbang sekelas AS, Eropa dan Jepang pun menggunakan fostur APBN defisi dimana pembelajaan lebih besar dibandingkan dengan pendapataannya. tetapi jangan kita lupa bahwa negara-negara tersebut memiliki rasio pajak yang tinggi diatas 25% dari GDP sehingga menggunakan hutang sebagai istrumen untuk menutup hutang relatif aman karena bara kreditor akan tenang karena dengan rasio penerimaan pajak yang tinggi maka sangat positif dalam kemampuan membayar hutang.
lalu bagaimana dengan Indonesia rasio penerimaan pajak kita masih sangat rendah dibanding singapura dan malaysia masih dibawah 20% sedanggakan fostor fiskal kita menggunakan APBN defisit dimana lebih besar belanja dibandingkan pendapatan sisa kekurangannya ditutup oleh hutang dengan menggunakan instrument hutang luar negeri, obligasi, SUN dsb. selama penggunaan hutang tersebut adalah hutang jangka panjang dan digunakan untuk investasi jangka panjang seperti bikin PLTA, Waduk itu relatif aman karena akan produktif, tetapi jangan sampai hutang jangka pendek kurang dari 5 tahun digunakan untuk investasi jangka panjang karena hal ini akan menekan fiskal yang semakin tertekan yaitu beban bunga dan cicilan sehingga tidak ada jalan lagi membayar hutang dengan menghutang tentunya ini tidak akan sehat dalam fostur APBN kita.
saya ngangat mengapresiasi kebijakan pemerintah dalam menekan belanja pegawai karena ini adalah post anggaran terbesar dalam APBN kita efisiensi dalam belanja pegawai harus multlak dilakukan jangan sampai kelebihan ASN karena akan membebani fiskal. seperti merekrut ASN dengan kontrak non PNS adalah salah satu efisiensi belanja pegawai. penggabungan beberapa departemen kementrian dalam jangka panjang harus dilakukan karena kadang semakin banyak depertemen akan membuat semakin panjang birokrasi yang membuat iklim investasi menjadi tidak menarik.
demikian artikel ini tak ada maksud menggurui, mengajari hanya berbagi wawasan keilmuan sesuai dengan yang dimiliki. sehat selalu semua dan trimakasih kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H