Kau tau? Namamu tak pernah absen sekalipun dari bisikan doaku yang berbalut derai air mata. Aku suka membicarakanmu dengan-Nya. Setiap hari.
Kenyataan yang kini menyelimuti aku dan kamu, yang memaksa kita berdiri tegak pada situasi di mana kita bagaikan dua insan yang tak pernah saling mengenal antara satu dan yang lain. Membuat kita kini tak lagi saling bicara meski saling berdekatan, satu ruangan. Menjauh. Menghindar. Berpura-pura masa lalu itu tak pernah ada. Memutus komunikasi yang dulu begitu erat. Semuanya telah berubah. Seperti daun yang telah menguning. Masa-masa hijaunya berakhir sudah.
Aku tahu Tuhan tidak tidur. Aku tahu Tuhan pasti menyaksikan pengorbanan perasaanku untuk melepasmu. Demi Dia yang telah begitu jelas melarang kita mendekati zina, demi Dia yang tiada ragu memerintah kita untuk menjaga kehormatan, aku akhirnya melepaskan genggamanku di pundakmu. Berjalanlah. Berlarilah. Kejarlah apa yang selalu menjadi mimpimu; aku? Entahlah.
Ini adalah keputusan yang telah kuambil dengan penuh keyakinan. Jadi maafkanlah jika kadang-kadang aku ingin membatalkannya, aku hanya tidak sekuat itu menapaki jalan yang terjal tanpa menggenggam tanganmu yang sarat dengan kasih sayang itu. Dan ketahuilah, aku tak lebih dari manusia yang berdosa. Dan inilah satu dari sekian dosa-dosaku.
Tenang, aku juga tak menyerah semudah itu :)
Akhirnya, doa-doaku selalu kututup dengan permintaan yang itu-itu lagi; meminta-Nya menyatukan kita kembali, tentu saja dalam ikatan yang diridhoi, agar aku bisa mengusap rambutmu dan mencium keningmu dengan lembut saat kau terlelap di sampingku. I still desperately want you.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H