Pernahkan diantara kalian berpikir secara terus-menerus mengenai kejadian di masa lalu yang mengecewakan seperti, "Kenapa hal itu bisa terjadi ya?" " Mengapa tidak ada yang berubah dari hidupku?" Hal tersebut bisa jadi  termasuk dalam kategori ruminasi atau biasanya lebih kita kenali dengan istilah overthinking. Ruminasi merupakan sesuatu yang hampir sama dengan kekhawatiran tetapi lebih berfokus kepada kejadian masa lalu yang negatif dan khawatir akan gagalnya mencapai keinginan serta tujuan hidup yang penting (Watkins 2016).  Ruminasi juga masih ada kaitannya terhadap gangguan mental yang lain seperti gangguan cemas atau biasa dikenal dengan anxiety dan dapat menjadi salah satu penyebab munculnya depresi karena terus-menerus memikirkan perasaan negatif dari apa yang dialami sehingga kehidupan individu tersebut terganggu.
'Ruminasi' dan 'kekhawatiran' memiliki kesamaan berikut, yaitu: bersifat negatif,  terdapat pola pikir yang sama secara terus-menerus, dan tidak dapat dikontrol. Lalu, adakah perbedaan kekhawatiran dengan ruminasi tersebut? Adapun perbedaannya terletak pada  objek yang dipikirkan. Ruminasi lebih berfokus kepada suatu peristiwa di masa lalu, suatu hal yang akan menimbulkan pertanyaan "kenapa" dan "mengapa" pada individu yang mengalaminya, dan biasanya diiringi dengan gangguan mental lainnya seperti depresi. Sementara kekhawatiran lebih berfokus dengan masa depan dan mempertanyakan hal yang belum pasti terjadi.Â
Jadi, apakah ruminasi juga termasuk dalam overthinking? Iya, karena orang yang overthinking akan selalu merasakan adanya beban hidup yang tak kunjung selesai sehingga akan sampai pada suatu titik mempertanyakan kualitas hidup yang telah dijalankan selama ini.
Setelah mengenali ruminasi, bagaimana cara kita mengatasi ruminasi tersebut jika terjadi pada diri sendiri dapat dilakukan dengan beberapa langkah:
Pikirkan dan Temukan Kembali Tujuan HidupÂ
Seringkali karena seseorang masih terjebak pemikirannya di masa lalu hingga melupakan hal-hal yang  sebenarnya ingin dituju. Salah satu langkah awal untuk mengurangi ruminasi yaitu mengubah mindset agar dapat memulai langkah baru  berusaha  untuk hidup di masa sekarang dan perlahan menjadikan hal yang terjadi di masa lalu sebagai pembelajaran. Pahami kembali ruminasi yang terjadi pada diri sendiri. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memikirkan lebih dalam makna yang didapatkan dari ruminasi yang terjadi. Perspektif ruminasi yang cenderung negatif, menjadikan kita berlarut-larut akan kesedihan dan kekecewaan tanpa disadari ruminasi juga dapat dijadikan sebagai pemecahan masalah apabila kita dapat mengontrol hal tersebut dengan baik.
Tentukan Plan B dalam Hidup
Plan B disini bermakna rencana lain dalam hidup kita ataupun hal-hal lain yang dapat dijadikan alternatif setelah menentukan tujuan utama. Hal tersebut sebagai aksi preventif agar tidak terulang lagi ruminasi jika ada kegagalan yang terjadi dan untuk kesiapan mental diri sendiri.
"Kenapa?" menjadi "Bagaimana?"
Orang yang mengalami ruminasi selalu diliputi dengan berbagai pertanyaan kepada dirinya sendiri tentang mengapa kesalahan atau kekhawatiran yang ditimpanya itu terjadi. Oleh sebab itu, mencoba untuk mencari solusi dari berbagai pertanyaan "kenapa" akan mengubah pola pikir dan mencegah ruminasi itu terjadi. Menurut psikolog Inggris, Edward Watkins terdapat tiga hal penting dalam mengubah hal tersebut:
- Cari tahu kapan kita mulai merenungi hal-hal tersebut, disaat apa munculnya pertanyaan "kenapa" di dalam pikiran kita;
- Ganti pertanyaan kenapa dengan pertanyaan bagaimana, "Kenapa itu bisa terjadi?" menjadi "Bagaimana agar hal itu tidak terjadi lagi?";
- Berlatihlah bagaimana mengalihkan hal tersebut jika terjadi ruminasi.
Labuhkan Hasil Pikiran ke Sebuah Aksi
Semua usaha untuk mengubah pola pikir akan sia-sia jika tidak memulai dalam bentuk suatu aksi. Ruminasi akan selalu terjebak di dalam kepala kita, maka mulailah untuk mengambil tindakan  sebagai langkah awal sehingga kita pelan-pelan tidak terjebak dalam ruminasi yang memenjarakan pikiran.
Ruminasi bukan hal mudah untuk dilalui, jika sudah terlalu mengganggu kehidupan sehari-hari cobalah untuk mencari tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater agar dapat ditangani dengan benar. Percayalah pada diri sendiri karena keinginan kuat dari diri sendiri berperan penting dalam mengurangi ruminasi yang dialami.
Rum Aisha Zahra
202110230311002
Daftar Pustaka
Clark, D. A. (2020). Chapter 4: Interrupt Rumination. In The Negative Thoughts Workbook: CBT Skills to Overcome The Repetitive Worry, Shame, and Rumination That Drive Anxiety and Depression (pp. 69–90). essay, New Harbinger Publications.
Grudug, P. D., & Surjaningrum, E. R. (2021). Peran Ruminasi pada Pengaruh Perfeksionisme terhadap Depresi pada Dewasa Awal. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental (BRPKM), 1(1), 629. https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.26798
Abou Tarieh, J. (2021). Feelings of Inadequacy: The Relationships Between Overthinking and Anxiety.
Sofia, L., Ramadhani, A., Putri, E. T., & Nor, A. (2020). Mengelola Overthinking untuk Meraih Kebermaknaan Hidup. PLAKAT (Pelayanan Kepada Masyarakat), 2(2), 118. https://doi.org/10.30872/plakat.v2i2.4969
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H