Mohon tunggu...
Rumah Shine
Rumah Shine Mohon Tunggu... profesional -

Mensosialisasikan pola asuh dan pola komunikasi yang sehat dalam keluarga serta pemberian dukungan bagi keluarga-keluarga yang bermasalah. Bila membutuhkan bantuan untuk konsultasi masalah keluarga, silakan email kami di rumahshine@gmail.com atau cek web kami www.rumahshine.org

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menguak Pelecehan Seksual Terhadap Anak

12 Oktober 2011   13:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:02 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ibuku tidak pernah melihatnya. Setiap kali bertemu Oom Bedul, ia selalu mengajakku bermain berdua saja, tapi permainan itu menyakitiku, makanya lantas aku balas menyakiti bonekaku sampai ia rusak. Lalu Ibu berhenti membelikanku boneka lagi. Sekarang Ibu benar-benar tidak akan pernah melihatnya.”

(Gadis, 5 tahun)

Kutipan di atas adalah sepenggal pernyataan dari seorang anak yang mengalami pelecehan seksual. Kerap peristiwa itu tidak pernah akan terungkap. Sebuah survey di USA mengungkapkan bahwa satu dari tiga orang anak perempuan mengalaminya sebelum mereka menginjak usia 18 tahun. Dan kemungkinan yang sama dialami juga oleh anak lelaki.

__________________________________________________________________________________

Pelecehan seksual terhadap anakadalah suatu bentuk tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa atau remaja yang lebih tua atau teman sebaya yang memiliki kekuasaan terhadap anak untuk tujuan memuaskan hasrat seksualnya. Beberapa bentuk tindakan seksual terhadap anak, antara lain:

1.Meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitasseksualmisalnya: menyuruh anak memegang alat kelamin orang dewasa, memaksa membuka pakaiannya.

2.Melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak dengan penetrasi ke vagina atau anus anak, termasuk kontak mulut ke alat kelamin

3.Melakukan kontak fisik dengan alat kelamin anak seperti memegang dan meraba (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis),

4.Melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis) seperti mengintip kamar tidur/kamar mandi.

5.Menunjukan alat kelaminnya kepada anak atau gambar-gambar porno termasuk menyetel video porno

6.Memanfaatkan anak (mengeksploitasi) untuk membuat hal-hal yang bersangkutan dengan pornografi seperti dalam bentuk gambar, foto, film, slide, majalah dan buku

Dalam UU Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU PA no 23 tahun 2002).

Anak yang memiliki resiko mengalami pelecehan seksual adalah anak-anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yang lebih dewasa, terutama orangtuanya. Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan emosional antara orangtua dan anak juga merupakan faktor yang penting.

Siapa pelakunya?

Pelecehan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak dibatasi perbedaan jenis kelamin, suku, agama, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Pelaku pada umumnya adalah orang yang bisa cepat akrab dan sayang terhadap anak-anak. Ia juga pandai membujuk. Mungkin, karena para pelaku bisa bersikap sangat sopan dan halus tutur katanya.Pelaku juga dikenal, dihormati serta bisa dipercaya oleh si anak. Bisa juga ia seorang yang sangat disayangi oleh anak tersebut, sehingga tidak ada kecurigaan ketika untuk pertama kalinya pelaku menjalankan aksinya. Ketika aksi pertama bisa dilakukan maka kontrol anak ini ada pada diri pelaku. Sang pelaku bisa meyakinkan anak untuk melakukan seks melalui bujukan, sogokan maupun ancaman. Jangan heran bila sebagian besar kasus pelecehan anak dilakukan oleh supir, babysitter, tetangga, pembantu rumah tangga, guru private/les atau guru sekolah, sepupu/saudara laki-laki atau teman sebaya yang ditakuti, paman, bahkan orangtua sendiri.

Dari sebagian besar kasus pelecehan seksual yang berhasil diungkap oleh pihak berwajib, kebanyakan pelaku melakukannya karena:

1. Pelaku pelecehan seksual mengalami kelainan jiwa seperti seorang paedophilia, yang korbannya adalah anak-anak

2.Seorang pecandu seks yang sering menonton film porno dan ingin melampiaskan hasrat seksualnya. Hasrat ini kemudian disalurkan kepada anak-anak yang biasanya tidak berdaya dan mudah untuk dibujuk, dirayu dan diancam.

3.Pelaku juga pernah menjadi korban pelecehan seksual sebelumnya sehingga pelaku yang tidak pernah menceritakan kejadian ini melakukan balas dendam kepada anak-anak lainnya atau untuk mengatasi trauma akibat pelecehan seksual yang dialaminya

4.Menirukan perilaku orang lain yang dilihat lewat media atau mendengarnya dari orang lain untuk sekedar memenuhi rasa ingin tahu.

5.Untuk tujuan komersial seperti dengan sengaja merekam hubungan intim dengan korban seorang anak untuk diperjual belikan.

Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua adalah:

1.Memperhatikan orang-orang yang sehari-hari sering berada di sekitar anak.

2.Membekali anak dengan informasi seputar perilaku terutama mengenai sentuhan dan perilaku orang lain terhadap mereka.

3.Mendengarkan, menyimak dan menyelidiki, bila suatu saat anak berani memberitahu pelecehan seksual yang ia alami. Banyak anak yang melaporkan kejadian yang dialaminya namun tidak dipercaya. Ketika ia diabaikan apalagi dicemoohkan, maka ia tidak akan memberi tahu lagi. Akibatnya, anak akan menjadi korban selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Ingatlah bahwa pelecehan seksual pada anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu anggota keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain.

Mengetahui Gejala Pelecehan Seksual

Yang menjadi masalah terbesar ketika pelecehan seksual ini terjadi adalah korban yang masih anak-anak ini tidak langsung bercerita atau tidak berani mengadukannya kepada orang dewasa atau orangtuanya atas kejadian yang dialami. Sebagai orangtua kita tidak bisa merasa yakin bahwa bila anak dilecehkan maka ia akan memberi tahu kepada orang dewasa. Besar kemungkinan, anak-anak yang mengalami pelecehan seksual sudah mendapat penegasan atau ancaman oleh pelaku sehingga mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

Ada beberapa gejala yang bisa membantu orangtua untuk mengetahui bila anak mengalami pelecehan seksual, seperti:

-Perubahan tiba-tiba dalam berperilaku, seperti menjadi penakut, pemalu dan menarik diri dari lingkungan.

- Ingin terus ditemani, tidak mau makan, susah tidur dan sebagainya.

-Mudah marah tanpa alasan yang jelas. Sering berontak kepada orangtua tanpa memberi alasan jelas.

-Sering mengalami sakit pada alat kelamin. Bila diajak untuk memeriksa secara fisik akan mengalami ketakutan yang tidak beralasan

-Menghindari buang air kecil, menjadi pemalu, maupun menarik diri dari lingkungan.

-Kesadaran akan masalah kelamin dan tindakan serta kata-kata yang berkonotasi dengan seksual yang sering terucap

-Ketakutan yang luar biasa dan mencolok akan seseorang atau tempat tertentu

-Upaya untuk membuat anak lain melakukan tindakan seksual.

Bila ada gejala-gejala di atas lakukan pengamatan dengan cermat mengapa ada perubahan perilaku pada anak. Kemudian coba tanyai anak dalam situasi yang tenang dan tidak menekan maupun memaksa. Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Bila anak belum mau bercerita, mungkin ia masih belum siap. Bersabarlah dan gunakan metode yang lain, tidak bertanya secara langsung, seperti gunakan media boneka atau gambar. Anak akan lebih mudah mengungkapkan hal yang dialami lewat media tersebut.

Bagaimana bila anak anda telah mengalaminya?Dan apakah yang bisa anda lakukan untuk mencegahnya? Simak di artikel mendatang….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun