Respons prihatin, simpati pada korban, dan kemarahan yang tertuju pada pelaku (khusus yang terjadi di tanah air, juga ungkapan "memalukan" muncul berulang kali di sana sini) tumpah ruah.
Dari komentar-komentar yang ada, semua mendudukkan orang yang diperkosa sebagai korban. Pemerkosanya monster.
Positioning yang benar. Ya memang begitu. Dalam kasus pemerkosaan, yang "evil" itu pemerkosanya, yang diperkosa adalah korban.
Hanya saja..
Mari kita pindah sejenak dari kasus pemerkosaan di Manchester itu dan bayangkan banyak kasus pemerkosaan lain, dimana korbannya adalah perempuan, pelakunya lelaki.Â
Dalam kasus semacam ini, akankah reaksi yang diberikan sama: secara otomatis mendudukkan orang yang diperkosa sebagai korban, pemerkosanya monster, atau tidak?Â
Mengapa saat seorang lelaki memperkosa lelaki lain, opini yang segera terbentuk adalah orang yang diperkosa adalah korban, nyaris tanpa tudingan dan tanpa pertanyaan apapun, tapi tidak begitu yang terjadi jika korban pemerkosaan adalah seorang perempuan?
Berapa dari kita yang pernah atau senantiasa malah bereaksi menyalahkan pihak perempuan yang diperkosa?
Berapa banyak yang alih-alih membela malah mempertanyakan atau menuding perempuan yang diperkosa?Â
Berapa sering kita melihat orang mengatakan bahwa pemerkosaan (pada perempuan oleh seorang lelaki) terjadi sebab pihak (perempuan) yang diperkosa genit, mengundang, lalu juga menyalahkan pilihan bajunya, dsb dsb.Â
Intinya, perempuan yang diperkosalah yang salah, bukan lelaki pemerkosanya.