Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Catatan Ringan dari Orasi Ilmiah Seorang Guru Besar

21 Agustus 2017   12:03 Diperbarui: 22 Agustus 2017   07:20 2464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebaikan itu berdampak panjang..

SUARANYA tercekat.

Hening sejenak.

Dia, yang berdiri di podium menyampaikan orasi ilmiah sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban akademik dan komitmennya atas jabatan Guru Besar di perguruan tinggi tersebut adalah adikku.

Merupakan Guru Besar dalam usia termuda di Fakultasnya, hari itu adikku sedang memaparkan beragam kontribusi, hasil penelitian dan karya dalam bidang keahliannya dan aplikasinya di berbagai bidang dan industri serta rencana pengembangan keilmuan di masa yang akan datang.

Pemaparan dilakukannya dengan cara yang menarik.

Hadir hari itu dalam orasi ilmiah tersebut ratusan orang, dari para profesor beragam usia, para kolega, teman sekolah, para mahasiswa dan keluarga. Artinya, ada beragam macam orang dengan berbagai latar belakang, pengalaman, wawasan yang berbeda yang hadir mendengarkan orasi tersebut. Dibutuhkan kemampuan yang baik untuk menjelaskan beragam hal teknis untuk bisa dipaparkan dengan cara yang dapat dipahami oleh orang- orang dengan latar belakang serta usia yang beragam tersebut.

Dan aku dengan senang hati mendapati bahwa adikku bisa melakukannya dengan baik. Bukan hanya orang- orang yang seprofesi yang bisa memahami uraian ilmiahnya, tapi kulihat di deretan keluarga, para anak dan keponakan kami yang berusia beliapun mengikuti pemaparannya dengan rasa tertarik.

Aku selalu percaya, orang yang benar- benar pintar akan bisa menyederhanakan hal- hal yang rumit. Bukan membuat kompleks hal-hal sederhana.

Karya- karya yang dipaparkan adikku merupakan hasil penelitian panjang bertahun- tahun. Jelas bukan sesuatu yang mudah. Tapi dia bisa menerangkan dengan cara dimana orang yang awampun bisa memahami apa yang sedang dikatakannya...

Dan begitulah. Adikku yang salah satu buku yang ditulisnya kini digunakan sebagai text book referensi di sebuah negara di Eropa, memegang beberapa hak paten atas hasil penemuannya, dan telah menerbitkan puluhan jurnal internasional dan nasional itu menyampaikan presentasinya dengan baik dan lancar, ditingkahi oleh beberapa kali tepuk tangan dari hadirin di tengah- tengah orasinya sebagai penghargaan untuk apa yang dipaparkannya. Sampai, ketika tiba di bagian penutup orasinya, ketika ucapan terimakasih disampaikan..

Dia menyampaikan terimakasih kepada banyak pihak, baik rektor dan pimpinan perguruan tinggi, kepada guru- gurunya sejak TK hingga perguruan tinggi, para pembimbing, senior, mahasiswa, rekan- rekan yang melakukan penelitian bersamanya, kepada orang tua, saudara dan keluarga.

Di bagian inilah dia kadang- kadang harus berhenti bicara sejenak, menata hati dan suaranya karena terharu.

Termasuk ketika dia mengucapkan " Terimakasih kepada keluarga angkat ayah saya. Keluarga yang membantu ayah saya untuk bisa meneruskan kuliahnya. Karena bantuan yang diberikan pada ayah saya itulah, pada akhirnya saya bisa berdiri disini, " begitu kira- kira kalimat yang disampaikannya..

Aku, duduk di tempat dudukku diantara para hadirin di depan panggung dimana adikku bicara pada hari itu, memahami betul apa yang dikatakannya.

Ada bersama kami hadir di acara orasi ilmiah itu, keluarga angkat ayah kami yang dimaksudkan oleh adikku. Keluarga yang memberikan rasa persaudaraan yang tulus pada kami, walau tak ada kaitan darah diantara kami.

***

kindness-2-599a6d96b7c3890b5d7bc463.jpg
kindness-2-599a6d96b7c3890b5d7bc463.jpg
Cerita itu bermula pada sebuah kisah puluhan tahun silam..

Saat ayahku masih SMA.

Ayahku, yatim piatu sejak usianya masih 4 tahun.

Beliau kemudian dibesarkan oleh kakek dari pihak ayahnya. Dan dalam perjalanannya, kakek kandungnya ini wafat ketika ayahku duduk di bangku SMP. Maka kemudian, ayahku dibesarkan oleh nenek tirinya, karena nenek kandungnyapun telah tiada.

Kondisi ekonomi mereka pas- pasan.

Dalam kondisi seperti itulah ayahku meneruskan sekolahnya. Dari SMP, lalu ke SMA. Ayah kami masuk ke SMA Negeri favorit di sebuah ibukota provinsi.

Lulus SMA sebagai lulusan terbaik kedua se-Kotamadya, ayah kami sebagai anak yatim piatu dan kondisi ekonomi yang pas- pasan tentulah tidak memiliki kemampuan untuk bisa melanjutkan kuliah. Dan disinilah uluran tangan dan kebaikan itu diterimanya. Ayah seorang kawan sekelasnya di SMA-lah yang kemudian membantu mengupayakan agar ayah kami bisa memperoleh beasiswa untuk meneruskan kuliahnya ke perguruan tinggi.

Bukan ke perguruan tinggi sembarangan, tapi ke perguruan tinggi yang masuk deretan perguruan tinggi terbaik yang letaknya bahkan di luar kota, di provinsi yang berbeda dengan lokasi SMA-nya berada. Tidak hanya untuk biaya kuliah, tapi bantuan beasiswa yang diterimanya juga mencakup biaya hidup, dan juga tempat tinggal. Ayah kami juga diberi kesempatan tinggal di asrama yang dimiliki oleh sebuah departemen selama masa kuliahnya.

Bantuan itu berarti sangat besar.

Berkat bantuan itulah Ayah kami bisa lulus menjadi insinyur. Wawasan dan keahlian yang dimilikinya di kemudian hari memberikannya kemampuan untuk membesarkan dan menyekolahkan kami putra- putrinya, dan bahkan tak berhenti sampai di situ saja. Sepanjang yang bisa aku ingat, di rumah kami dulu selain kami putra- putrinya, ada banyak keponakan dan sepupu orang tuaku yang tinggal bersama kami dan orang tuaku mengupayakan pula pendidikan yang baik untuk mereka. Dan dari putra- putri, keponakan serta para sepupu ayah ibuku yang dulu mereka tunjang pendidikannya itu, telah pula lahir generasi berikutnya yang juga berpendidikan baik.

Dari satu bantuan yang diberikan ayah teman SMA ayah kami itulah di kemudian hari muncul di keluarga kami para Doktor, lulusan Magister, sarjana dan sebagainya yang kemudian menjalani berbagai profesi.

Bantuan pada ayah kami berpuluh tahun yang lalu itulah yang pada akhirnya juga membuat adikku bisa menyelesaikan kuliahnya hingga jenjang Doktoral di luar negeri, menjalani program Post Doctoral dan kemudian bisa berdiri di podium menyampaikan orasi ilmiahnya sebagai Guru Besar.

***

Dari kursiku, kuamati keluarga besar keluarga angkat ayah kami yang duduk di sekitar kami.

Mereka, yang sejak lama memang sudah menganggap ayah kami sebagai bagian keluarga mereka, dan demikian juga sebaliknya, aku yakin, juga merasa bangga atas hasil yang dicapai adikku yang dipaparkannya hari itu dalam orasi ilmiahnya.

Begitulah.

Kebaikan itu seperti riak yang ditimbulkan di dalam air. Dimulai dengan melemparkan sesuatu ke dalam air, efeknya tidak hanya pada titik dimana sesuatu itu dijatuhkan tapi riaknya melebar sampai luas, dan entah dimana batasnya.

Satu tindakan kebaikan yang diberikan oleh keluarga angkat ayah kami, orang tua teman sekelasnya saat SMA, hingga kini masih menimbulkan riak positif dalam telaga kehidupan keluarga kami, bahkan hingga beberapa generasi berikutnya...

p.s. Setahun yang lalu, aku menulis tentang adikku, dan keputusannya pulang ke Indonesia untuk turut serta membangun negeri, melepaskan kesempatan kerja yang ditawarkan padanya di beberapa negara maju di dunia, dan memulai langkah- langkah yang ketika itu bahkan penuh ketidak pastian di tanah air.

Kini, setahun kemudian, dengan rasa syukur dan bangga yang amat sangat, kubuat tulisan ini, sebagai cerminan rasa bangga dan cinta pada adikku. Dan tentu saja, sekali lagi, sebagai ucapan terimakasih pada keluarga angkat ayah kami, yang kebaikan hatinya telah mengantarkan kami semua pada tempat dimana kami berada saat ini. Semoga kebaikan yang kuceritakan ini bisa menjadi inspirasi kita semua untuk juga berbuat kebaikan pada sekitar...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun