Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Kita Membela Membabi Buta Anak-anak yang Cerdas dan Berbakat?

3 Juni 2017   21:17 Diperbarui: 3 Juni 2017   22:30 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sendiri sih, betapapun aku percaya bahwa ada anak- anak dan remaja yang bisa menulis bagus, lebih bagus dari teman- teman seusianya atau bahkan lebih bagus dari orang dewasa, aku  tidak sepakat dengan cara membela membabi buta. Anak- anak sangat cerdas justru harus diajari tentang baik buruk. Diajari etika. Diajari menjaga kejujuran, menjaga integritas. Jadi, pada anak- anak dan remaja cerdas dan berbakat, kita jangan cuma bilang hebat.. hebat.. keren.. keren.. dan lalu saat mereka salah kita tutup mata.

Menurutku, tak perduli seberapa hebat atau cerdaspun seseorang, dia tetap perlu tahu tata krama. Membela membabi buta dan bilang tidak salah untuk sesuatu yang salah itu menjerumuskan.

Jangan kita bilang dia hebat karena 'masih kecil sudah bisa begitu' tapi saat dia salah dibiarkan dengan alasan 'masih kecil ya nggak ngerti'.

Justru terhadap anak- ana cerdas dan berbakatlah kita mesti berhati- hati. Jika mereka tumbuh baik, mereka akan jadi lebih baik dan berguna dari rata- rata orang, tapi juga sebaliknya, jika tersesat dan jadi jahat, mereka juga bisa tersesat lebih jauh dari kebanyakan orang.

Maka, kita perlu katakan salah jika memang salah. Benar jika memang benar. Tentu.. janganlah anak atau remaja itu lalu dibully dengan cara yang jahat atau dibunuh bakat dan kesempatannya untuk mengembangkan diri. Tegur dengan cara yang baik, pastikan dia memahami kesalahannya tanpa perlu ngeles- ngeles panjang lebar mencari alasan pembenaran lagi. Setelah itu, beri dia kesempatan terbang tinggi kembali.

***

Oh ya, omong- omong, terkait topik 'terbang ke level yang lebih tinggi' ini, aku mau mendongeng sedikit.

Sekitar hampir dua tahun yang lalu anakku, mahasiswa fakultas teknik, pernah menulis dan mengirimkan makalahnya sebagai syarat untuk mengikuti sebuah  winter camp di luar negeri. Makalah ini diseleksi, dan yang terpilih diundang untuk mengikuti winter camp tersebut.

Makalah bertopik sosial politik dengan tema Demorasi di Asia yang dia tulis itu ternyata terpilih. Jadi dia diundang ke winter camp yang pesertanya datang dari seluruh penjuru dunia, dari benua yang berbeda- beda.

Ketika itu, dia merupakan satu- satunya mahasiswa fakultas teknik dan merupakan peserta termuda yang makalahnya diterima. Yang lain, peserta dari beragam benua itu bahkan banyak yang sudah lulus S2 sosial politik atau praktisi di bidang sosial politik di lapangan. Beberapa dari mereka, dari biodatanya, juga terlihat sudah sering sekali malang melintang memenangkan penghargaan dalam hal tulis menulis.

Wah !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun