Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencatatkan Pernikahan itu Tak Kalah Penting dari Sekadar Baju Adat dan Pesta

25 Oktober 2016   14:52 Diperbarui: 25 Oktober 2016   21:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari mengobrol tentang pernikahan...

BEBERAPA hari terakhir ini aku melihat sebuah sebuah status yang menjadi viral di media sosial.

Status itu sendiri menceritakan tentang seorang pria beserta keluarganya yang datang untuk melamar seorang perempuan. Peristiwa yang tak dinyana, tak diduga ternyata hari itu tidak hanya berakhir menjadi acara lamaran, tapi atas permintaan ayah sang calon pengantin perempuan, akad nikah langsung dilaksanakan saat itu juga.

Kisah dalam status tersebut disambut dengan gegap gempita, pujian dan banyak komentar ‘aku juga ingin begitu.. ‘ oleh banyak komentator.

***

First of all, selamat bagi kedua mempelai yang diceritakan dalam status tersebut. Semoga mereka berbahagia.

Tapi begini. Membaca cerita itu, aku sebetulnya memiliki pertanyaan. Jika pernikahannya mendadak seperti itu, artinya pernikahan tersebut tidak didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA)? Tidak ada petugas pencatat pernikahan dari KUA hadir saat akad nikah? Juga, tidak ada buku nikah yang diberikan pada kedua mempelai?

Artinya, pernikahan tersebut sah secara agama, tapi tidak sah secara negara? Padahal, mencatatkan pernikahan secara negara itu penting, lho...

Begini, aku pro pada kesederhanaan. Menikah memang tak perlu dengan pesta besar. Tapi.. tidak mencatatkan pernikahan secara negara, itu dampaknya bisa panjang.

Mari ambil salah satunya saja untuk tak berpanjang lebar.Katakanlah pasangan pengantin tersebut lalu dikaruniai anak. Jika pernikahan orang tuanya tak tercatat di negara, tak memiliki buku nikah, maka anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut tidak bisa memperoleh akte kelahiran yang menyebutkan nama kedua orang tuanya. Jikapun akte lahir tersebut diterbitkan,maka anak itu akan dicatatkan sebagai anak dari ibunya saja.

Duh, mau begitu? Dan padahal, itu baru satu contoh lho. Ada banyak dampak dan konsekwensi lain selain itu. 

Karena ingin tahu, tadi kupasang status di facebook rumahkayu. Mempertanyakan hal yang kupertanyakan di atas. Lalu kuperoleh dua jawaban di kolom komentar.

Yang pertama, mengatakan bahwa biasanya setelah akad nikah tersebut, pasangan pengantin itu lalu ke KUA untuk mendaftarkan pernikahannya. Aku masih memiliki pertanyaan atas jawaban ini. Yakni apakah KUA bersedia begitu saja memberikan buku nikah tanpa hadir dan menyaksikan akad nikahnya? Aku meragukan hal tersebut.

Nah lalu, jika KUA tidak bisa memberikan buku nikah tanpa hadir dalam pernikahan dan menyaksikan akad nikahnya, bagaimana? Apakah ada akad nikah lagi di KUA? Artinya akad nikahnya dua kali? Konon, hal tersebut memang pernah  (biasa?) terjadi. Akad nikah dilakukan kembali. Jadi akad nikahnya dua kali.

Ngggg.. tapiiii, aku sendiri tetap memiliki pertanyaan : kalau akad nikahnya dua kali begitu, yang dinikahkan siapa ya? Kan dengan akad nikahyang pertama, mereka sudah suami istri? Pada akad nikah kedua, siapa yang dinikahkan – masa’ suami istri dinikahkan lagi? Atau jangan- jangan saat mendaftarkan diri ke KUA di formulir status yang diisi adalah bujang dan gadis, dan karenanya ada akad nikah kembali? 

Komentar yang kedua, mengatakan bahwa pencatatan pernikahan yang sudah dilakukan secara agama tapi belum dicatatkan ke negara memang bisa dilakukan. Nanti setelah akad nikah secara agama, maka bisa diajukan permintaan pengesahan pernikahan, yang disebut Itsbat Nikah ke KUA.

***

Karena penasaran, aku googling. Mencari informasi lebih lanjut tentang Itsbat Nikah. Ternyata, Itsbat Nikah itu memang ada. Itsbat Nikah dilakukan untuk mengatasi permasalahan akad nikah yang sudah dilaksanakan secara sah menurut hukum Islam, tapi tidak tercatat pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Nah, jadi jalan keluar terhadap pernikahan yang sudah dilakukan secara agama tapi belum tercatat di negara itu ada. Namun, ini penting dicatat: Itsbat Nikah itu diajukannya bukan ke KUA, tapi ke Pengadilan Agama. Setelah diajukan nanti, hakim pengadilan agama akan membuat keputusan atas permohonan tersebut. Yang juga penting dipahami adalah, menurut beberapa artikel yang aku baca setelah googling, permohonan pengesahan yang diajukan melalui Itsbat Nikah itu tidak selalu dikabulkan oleh hakim Pengadilan Agama.

Begitu lhoooo.

***

Omong- omong, kenapa sih aku sampai merasa perlu menulis topik ini?

Begini. Sejak pertama kali membaca status yang kemudian menjadi viral itu, aku memperhatikan bahwa tampaknya banyak komentar yang muncul dari mereka yang berstatus lajang. Eforia, gegap gempita dan komentar “aku juga mauuuuu begitu” muncul berulang kali. Hal tersebut membuat aku bertanya dalam hati: ini yang komentar memahami sepenuhnya apa yang terjadi tidak, ya?

Nah lalu, aku melakukan ‘test the water’ pada status kawan di facebook  yang juga meng-klik ’share’ untuk membagikan cerita tersebut di wall facebooknya. Kukomentari statusnya dan kutanyakan pertanyaan tentang buku nikah, pencatatan secara negara dan konsekwensi jika pernikahannya tidak tercatat secara negara. Dan, seperti yang sudah kuduga, dia ternyata tidak paham soal itu. Dia sendiri semata menyoroti kesederhanaan pelaksanaan pernikahan yang diceritakan secara viral tersebut.

Nah, ini lho yang aku khawatirkan. Sekali lagi, aku pro pada kesederhanaan. Tidak masalah jika orang tak hendak berpesta saat menikah. Tapi bagiku, selain sah secara agama, penting sekali bahwa pernikahan itu juga sah dan diakui negara.

Jika ada orang yang memilih untuk menikah secara agama dan tidak mencatatkan di negara dengan kesadaran penuh atas konsekwensinya, ya terserah aja deh. Tapi yang mengkhawatirkan adalah jika ada yang melakukan hal tersebut tanpa menyadari apa konsekwensinya di kemudian hari. Malah repot, kan?

Lihat saja langkah pertama tentang pencatatan pernikahan/pengesahan pernikahan melalui Itsbat Nikah. Bahkan jikapun setelah itu ingin mencatatkan pada negara, menurut pendapatku meminta pengesahan ke Pengadilan Agama koq malah lebih rumit daripada jika sejak awal pernikahan itu direncanakan dan dilakukan langsung dihadapan petugas KUA dimana begitu akad nikah selesai, pernikahan itu sah baik secara agama maupun secara negara. Buku nikah akan langsung pula diperoleh saat itu.

Atau.. mau pilih melakukan akad nikah dua kali, yang menimbulkan pertanyaan kenapa yang sudah suami istri koq dinikahkan lagi? Akad nikah itu kan bukan main- main.

Begitulah, kenapa aku memutuskan untuk membuat tulisan ini. Semoga dengan begini, ada tambahan informasi yang bisa diberikan bagi para lajang yang akan menikah sehingga bisa berhati- hati saat membuat keputusan dan menyadari konsekwensi atas pilihannya, sehingga tidak menyesal di kemudian hari..

p.s. Matur nuwun untuk Mbak Marul, Mas Choiron dan Melly untuk percakapan di facebook hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun