Musim haji tahun ini telah dimulai...
SUNGGUH, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, apa yang terasa di hati saat membaca, menonton, mendengar berita-berita tentang musim haji di Koran, TV, dan dari percakapan-percakapan. Ada kerinduan yang mendesak-desak. Ada keharuan yang membuat mata membasah. Ada kebahagiaan yang tak terkira.
Ah, setelah menjalaninya sendiri dua tahun yang lalu, kupahami mengapa cerita- cerita tentang pengalaman berhaji bagi seseorang menjadi sesuatu yang tak pernah hilang dimakan waktu. Cerita yang senantiasa terpatri di hati, yang kerinduan, keharuan dan kebahagiaannya tetap ada, senantiasa ada di dalam diri.
***
Allah bermurah hati pada aku dan suamiku. Sebelum kami naik haji pada tahun 2014 yang lalu, kami berkesempatan untuk melakukan ibadah umroh dua kali sebelum itu. Maka saat berhaji itu merupakan perjalanan kami ketiga kali keTanah Suci.
Tak pelak, walau sebelumnya sudah pernah kesana, situasi saat berhaji itu agak diluar dugaanku. Ketika menjalani ibadah umroh, walau situasi ramai, tapi tempat selalu bisa ditemukan di dalam Masjidil Haram, ataupun di Masjid Nabawi, ketika kita masih berada di Madinah.
Di musim haji…
Ah. Adakalanya, kuakui, mungkin memang kami yang abai. Hotel tempat kami menginap terletak tepat di sisi pelataran halaman Masjidil Haram. Kami hanya perlu keluar kamar, turun lift ke lantai bawah, dan di muka pintu gedung itu terbentanglah sudah pelataran Masjidil Haram. Kemudahan yang sempat membuat kami salah menghitung situasi, dengan keluar kamar dalam jarak yang agak dekat dengan waktu shalat, dan berniat hendak shalat di dalam masjid.
Lalu begitu sampai bawah, tercengang. Jangankan masuk ke dalam Masjidil Haram, pelataran saja sudah penuh padat-dat. Sudah sulit sekali melangkah, menembus begitu banyak manusia yang telah menggelar sajadah di pelataran. Dalam kondisi seperti itu, beberapa pintu masuk Masjidil Haram juga biasanya sudah diberi penghalang dan dijaga petugas keamanan. Sebab di dalam sudah penuh, jamaah tak lagi diijinkan masuk.
Maka setelah mempelajari situasi seperti itu, berikutnya, jika hendak shalat di dalam Masjidil Haram, kami datang jauh-jauh sebelum adzan. Seringkali juga, kami sambung saja berada di dalam masjid untuk beberapa waktu shalat. Misalnya shalat ashar, lalu disambung maghrib dan baru pulang kembali ke hotel usai shalat Isya.