Kami juga, berbekal minum, tapi tak berbekal makanan. Sebab tak terpikir bahwa ternyata perjalanan pergi dan pulang ke laguna itu akan memakan waktu cukup panjang dari pagi hingga sore menjelang.
Halah !
Si bungsu yang memang mudah lapar sampai harus menegaskan beberapa kali apakah benar tak ada sepotongpun makanan di dalam ransel kami. Ha ha.
Saat kami berjalan- jalan ke pulau Sempu itu, sedang kemarau. Maka jalan relatif kering. Konon, ketika musim hujan, perjalanan akan jauh lebih sulit, bahkan jika menggunakan sepatu yang cocok untuk perjalanan semacam itu sekalipun. Yang kami dengar, lumpur ada dimana- mana, membuat jalan licin dan akan diimbuhi dengan terperosok ke dalam lumpur beberapa kali.
Tapi saat itu, ketika kami kesana, tak ada lumpur. Insiden yang terjadi ‘hanya’ putusnya sandal jepit dan ada beberapa goresan di kaki terkena ranting pohon atau karang saja.
Tapi tak mengapa.
Sebab semua itu terbayar ketika kami tiba di laguna yang kami tuju.
Lagunanya sendiri terbentuk sebab ada dinding karang yang membatasi pantai dan laguna tersebut dengan laut lepas. Air laut bisa masuk ke laguna itu sebab ada satu bagian dari dinding karang itu yang bolong. Maka saat ombak besar, air akan ‘tumpah’ masuk dari laut lepas ke laguna.
Laguna itu indah, dan sangat tenang.