Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

7 Tahun Rumahkayu: Ulang Tahun yang (Tak) Terlupakan - 2

6 Desember 2015   15:04 Diperbarui: 9 Desember 2015   11:47 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5 Desember 2008

AKU menanti berjalannya hari ini dengan perasaan agak tak karuan, campuran antara perasaan gembira dan cemas, sebab tahu bahwa hari ini adalah hari dimana kelahiran blog baru bernama rumahkayu akan diumumkan.

Sehari sebelumnya, pada tanggal 4 Desember, sudah ada 4 buah posting termuat disana. Beberapa komentar sudah masuk di blog rumahkayu dari teman- teman lama kami sesama blogger di platform dimana kami, aku dan Fary, menulis di blog pribadi kami masing- masing saat itu. Tentu saja, tanpa teman- teman itu menyadari, milik siapa sebenarnya blog rumahkayu yang sedang mereka baca dan komentari itu.

Di pagi hari, sebelum berangkat ke kantor, sempat kumuat sebuah tulisan lagi, terinspirasi dari ide yang saat itu banyak dibicarakan orang, yakni bahwa perempuan dan lelaki berasal dari planet yang berbeda. Para lelaki berasal dari Mars, sementara perempuan dari Venus. Maka sikap dan cara pemikirannya juga bisa berbeda. Ekspresi dari perasaan dan pikiran yang sama, bisa tidak serupa. Hal yang pada akhirnya bisa menimbulkan salah paham. Tulisan itu kuberi judul “ Ketika (Sebetulnya) Cinta, Tapi Beda Bahasa. “

Lalu Fary memuat sebuah puisi kocak berjudul “Bolehkah Aku Menghitung Pori-porimu “ di rumahkayu, sebelum di siang hari tanggal 5 Desember itu dia membuat pengumuman di blog pribadinya bahwa kami berdua telah membuat blog duet bernama rumahkayu dan mengundang teman- teman untuk mengunjungi blog baru kami…

***

Seperti yang telah kutuliskan sebelumnya, blog duet kami yang bernama rumahkayu ini dibangun secara spontan. Kami tak banyak mendiskusikan ini dan itu. Membicarakan konsep dasar begini dan begitu. Semua mengalir begitu saja. Kami bahkan sepakat bahwa masing- masing boleh menulis dengan gayanya sendiri, boleh menulis topik apapun yang disukai. Dan dalam perjalanannya, kami menyepakati satu hal: apapun yang dimuat di rumahkayu, siapapun yang menuliskannya, begitu tulisan tersebut tayang, maka tulisan itu menjadi hak dan tanggung jawab kami berdua.

Dan dengan berjalannya waktu, ada satu hal yang kami sadari, bahwa di atas semua kesenangan menulis bersama itu, ada satu hal yang tak ternilai yang kami miliki, yakni sebuah persahabatan.

Persahabatan yang (makin lama makin) erat karena kami bahu membahu membangun blog duet yang ternyata ‘tak semudah itu’. Membangun blog duet membutuhkan tenggang rasa dan pengertian yang besar. Kemauan untuk menyelesaikan, jika ada, ketidak sepahaman dengan cara yang tak merusak hubungan jangka panjang.

Kami menyaksikan sendiri bahwa tak lama setelah kami membangun rumahkayu, di platform dimana kami menulis saat itu, beberapa kawan turut membuat blog duet mereka.

Kawan- kawan itu, sebelumnya sudah memiliki blog masing- masing yang juga cukup populer. Namun, beda ceritanya dengan blog duet. Blog duet yang mereka bangun mulanya diisi dengan aktif, lalu mulai jarang, lalu… menghilang begitu saja, dalam waktu yang tak begitu lama.

Padahal aku justru melihat, cara mereka menjalankan blog duet itu justru lebih terstruktur dari kami di rumahkayu. Dari pengamatanku, sebelum mereka memuat sebuah posting, mereka akan menyepakati lebih dulu topik yang akan dituliskan, lalu masing- masing memberikan pendapat, dan lalu digabungkan menjadi sebuah atau dua buah tulisan yang mereka bangun bersama.

Kami di rumahkayu, tak menjalankan blog kami dengan cara seperti itu. Kami tak pernah saling mendiskusikan tentang kapan kami akan menulis dan apa topiknya. Kami menulis sesempatnya, seinginnya, dengan topik apapun yang sedang melintas di kepala kami saat itu. Dan begitu sebuah tulisan selesai dibuat, tulisan itu akan langsung ditayangkan tanpa pihak lain membaca draft tulisan tersebut sebelumnya. Ketika salah satu pihak menulis, pihak lain akan membaca tulisan tersebut setelah ditayangkan.

Hal ini menyenangkan bagi kami, sebab kami lalu seringkali menemukan banyak kejutan. Sebab tak pernah membaca draftnya, saat sudah ditayangkan, pihak lain akan membacanya dengan penuh keingintahuan tentang apa yang ditulis.

Ada banyak saat ketika tulisan pertama yang ditayangkan satu pihak mengenai sebuah topik begitu menggelitik sehingga pihak lain lalu ingin membuat sambungannya untuk melengkapi tulisan pertama tersebut. Hal itu – menyambung sebuah tulisan – juga tak pernah kami buat aturannya. Jika ingin, silahkan disambung. Jika tak ingin, ya sudah, maka tulisan yang pertama ditayangkan akan berdiri sendiri saja.

Tulisan sambungannyapun tak terikat pakem tentang berapa panjangnya. Maka, adakalanya, tulisan sambungannya bahkan lebih panjang daripada tulisan pertama yang disambung. Ha ha…

Tapi justru dengan begitulah kami bisa survive, rupanya.

Tepatnya, survive tanpa terlalu banyak perdebatan atau kerusuhan yang tak perlu.

Sebab bayangkan saja, kami ini dua orang yang sama sekali tak pernah bertemu. Yang domisilinya terpisah oleh samudera. Yang latar belakang budaya, agama, jenis kelamin, profesi dan banyak hal lainnya, sangat berbeda. Perbedaan- perbedaan mendasar yang berpotensi menjadi konflik ada semua pada kami.

Tapi spirit membangun blog bersama, dengan tetap saling menghargai perbedaan dan kemerdekaan pihak lain, rupanya berjalan baik bagi kami. Tulisan demi tulisan terus mengalir, sampai akhirnya buku pertama kami yang berisi kumpulan tulisan dari blog kami, terbit menjelang satu tahun kami bangun blog duet ini. Tetap tanpa kami pernah saling bertemu fisik, tanpa pernah saling kopdar. (Kopdar kami yang pertama, akhirnya terjadi satu setengah tahun setelah kami membangun blog duet ini).

Bukan hanya buku, blog duet kami bahkan lalu berkembang menjadi beberapa buah. Kami membangun blog bernama padepokanrumahkayu, yang berisi cerita silat.

Kembali ini merupakan ide Fary, yang dengan nekad mengajakku menulis cerita silat bersama. Nekad, sebab dia tahu persis bahwa aku tak pernah membaca sebuah buku silatpun sebelum itu.

Tapi ide ini berjalan baik. Setelah dimulai dengan keraguan, dan pikiran- pikiran apakah aku akan bisa menulis cerita silat padahal tak pernah membaca buku cerita silat, akhirnya kuterima ajakan Fary itu.

Kami menulis cukup banyak cerita silat yang sayang sekali saat ini agak terbengkalai sebab kesibukan kami masing- masing.

Selain cerita silat, Fary juga mengajakku bergabung dengannya menulis cerita detektif dan spionase, juga superhero. Hal yang sejujurnya, menulis dalam genre ini, belum bisa kulakukan dengan baik hingga hari ini…

(bersambung)

p.s. 

* Tulisan sebelumnya, bagian 1 ada disini: http://www.kompasiana.com/rumahkayu/7-tahun-rumahkayu-ulang-tahun-yang-tak-terlupakan-1_5663dc901597735e0fce4e21

* Tulisan sambungannya, bagian-3 ada disini: http://www.kompasiana.com/rumahkayu/7-tahun-rumahkayu-ulang-tahun-yang-tak-terlupakan-3_56641aef06b0bd030785ab93

* Versi lain tulisan edisi ulang tahun ke-7 Rumahkayu bisa ditemukan juga disini: http://www.kompasiana.com/sukangeblog/yang-unik-lucu-dan-gemesin-tentang-akun-rumah-kayu_5664e0b2f17a6111048b4573

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun