Akhirnya kuterima tawaran itu. Kuterima apel yang diulurkan padaku.
Kamar itu manusiawi. Tapi penuh. Diisi oleh tujuh orang yang tadinya tak saling mengenal, dengan beragam wataknya.
Mereka gembira dan tampak ringan hati. Hal yang membuatku senang melihatnya.
Tapi hatiku mulai seperti dikilik- kilik.. Lihat D, lihat... betapa ringan hatinya mereka berbagi seperti itu.
Lalu kubayangkan kamarku sendiri. Luas, dengan dua tempat tidur lebar- lebar, dan meja makan, dan kamar mandi yang besar. Kutempati berdua saja dengan suamiku.
Aku bersyukur untuk semua itu. Tapi, rasa malu itu mulai menyeruak ke dalam hati...
(bersambung ke http://www.kompasiana.com/rumahkayu/mina-di-jalan-depan-tendaku-2_5607eb3f5397732f0ad9126f )