Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merindukan Tanah Suci

3 September 2015   01:38 Diperbarui: 3 September 2015   02:21 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah itu, Maha membolak- balik hati.

ITU kalimat yang sudah sering aku dengar.

Dan aku memiliki satu contoh dimana Dia Yang Kuasa, Sang Maha Cinta, membolak-balik hatiku. Atau katakanlah, jikapun bukan benar- benar terbalik, tapi membuatnya bisa merasakan hal yang benar, hal yang indah dengan semestinya...

"Bingung nih, mau berdoa apa ya. Berdoa agar semua rencana dilancarkan, atau berdoa supaya pesawat delay, ada larangan terbang, atau apapun agar bisa ada tambahan satu- dua hari lagi disini."

Itu pesan melalui telepon genggam yang aku kirimkan pada adikku di tanah air, sekitar 4 tahun yang lalu.

Kami (aku, kedua orang tuaku, suami dan anak- anakku serta salah satu saudara kandungku dan istrinya) ada di Mekah saat itu, usai menjalankan ibadah umroh. Itu saat sehari menjelang hari kepulangan dan perasaan itu menyergap begitu saja. Rasa rindu pada Mekah, pada Madinah, pada Tanah Suci, bahkan saat kami masih berada disana.

Adikku yang kukirimi pesan itu membalas dengan tanda tawa banyak sekali. Aku tahu, dia memahami perasaanku dan adikku yang baik hati ini untunglah tak menjawab dengan kalimat "aku bilang juga apa!".

Sebab, dialah yang tersenyum-senyum saat sebelum keberangkatan kami untuk umroh (yang merupakan kunjunganku pertama kali ke Tanah Suci) aku mengatakan begini padanya. "Umroh itu kan bisa selesai dalam hitungan jam, ya?"

"Iya," jawabnya.

Adikku yang kutanya ini, telah lebih dahulu pernah beribadah umroh dan haji, maka dia bisa menjawab pertanyaanku.

Lalu," kataku, "Kalau umroh itu bisa diselesaikan dalam beberapa jam saja, kenapa kita perginya mesti sembilan hari? Lama amat."

Adikku tersenyum makin lebar.

"Mbak, " kata adikku, "Nanti kalau sudah sampai disana, sembilan hari itu akan terasa cepat sekali. Jangan-jangan mbak malah nggak mau pulang dan ingin lebih lama lagi disana."

"Masa sih?" tanyaku.

Adikku bilang, "Ya lihat saja nanti."

Dan itulah sebabnya, dia menjawab dengan tanda tawa banyak sekali ketika aku yang saat belum berangkat bicaranya sembarangan mengatakan "ngapain mesti sembilan hari jika ternyata umroh bisa diselesaikan dalam beberapa jam saja" itu ternyata betul- betul merasa berat meninggalkan Tanah Suci ketika itu.

***

Ada satu lagi, ini juga 'kualat'.

Dulu, aku tak pernah paham kenapa ada orang-orang yang ingin naik haji lagi. Dan lagi. Dan lagi, jika bisa.

Yang kupikirkan adalah kewajiban berhaji itu hanya sekali. Jika sudah sekali berhaji, kewajiban itu sudah terpenuhi, ya sudah.

Belum lagi, aku tahu, beribadah haji itu tak ringan. Baik biaya, waktu, kekuatan mental dan fisik, semua diuji. Jadi, walau sejak dulu aku sendiri berniat dan berdoa agar suatu saat aku bisa naik haji, tak pernah terpikirkan olehku bahwa aku akan pernah mempunyai keinginan untuk bisa berhaji lebih dari sekali.

Yang terjadi?

Duh...

Kembali, saat kesempatan berhaji itu datang tahun 2014 yang lalu, aku bahkan merasa tersergap rasa rindu di hari-hari terakhir menjelang usainya rangkaian ibadah itu. Lagi- lagi, kerinduan yang membelit untuk bisa kembali ke Tanah Suci, bahkan saat masih berada di Tanah Suci.

Sampai hari ini, aku tak pernah berani berdoa agar diberi kesempatan untuk berhaji lagi. Sebab aku merasa egois jika aku berdoa seperti itu. Kutahu antrian untuk berhaji panjang sekali dan orang harus mengantri bertahun- tahun untuk bisa berangkat haji. Dan seperti yang kukatakan, kewajiban berhaji adalah kewajiban sekali seumur hidup. Maka, aku menahan diri untuk tak memanjatkan doa itu.

Tapi tak berarti keinginan dan kerinduan itu tak mendesak-desak di dalam hati. Sebab setelah pernah menunaikan ibadah haji itulah, aku mengerti keindahan apa yang dirasakan seseorang saat berhaji, yang membuat ada cukup banyak orang yang lalu berhaji berkali-kali.

Apalagi di saat-saat seperti sekarang ini, saat musim haji tahun ini sudah dimulai. Saat mulai banyak berita dan gambar-gambar dari Tanah Suci bermunculan disana- sini. Saat mulai terdengar ada kawan, sahabat, saudara yang akan berangkat haji tahun ini. Rasa 'iri' muncul di sudut hati, senangnya... senangnya yang akan berangkat haji tahun ini...

***

Jadi begitulah. Sebab dangkalnya pikiran dan pengetahuanku, dulu tak kupahami semua perasaan itu. Baru belakangan, hatiku bisa mengerti, kenapa konon orang-orang yang pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci selalu merindukan untuk kembali kesana.

Pun akhirnya aku memaklumi, mengapa walau kewajiban berhaji hanya sekali, ada orang-orang yang berhaji berulang kali.

Ah, bagaimanapun, aku bersyukur. Walau dulu tak paham sebab hatiku mungkin agak 'salah letak', Dia Yang Maha Baik membetulkan letaknya sehingga aku bisa merasakan keindahan yang sangat indah, kerinduan yang menggigit yang juga walau agak nyeri, terasa indah sekali.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun