Yang agak repot adalah menentukan siapa yang akan diundang. Pernikahan kami merupakan yang pertama dari dua keluarga. Dan sebagaimana layaknya pernikahan di daerah lain di Indonesia, perkawinan itu melibatkan empat keluarga. Yakni keluarga ayah dan ibu calon mempelai laki-laki dan keluarga ibu dan ayah calon mempelai perempuan. Kemudian rekan di kantor. Untunglah, karena berasal dari kampung yang sama, kami punya teman yang relatif sama di kampung.
Untuk undangan, kami memutuskan untuk membuat yang unik. Yakni undangan yang digulung, mirip surat tempo doeloe. Sepupu yang pintar mendisain dan punya kemampuan dalam cetak mencetak bisa mewujudkan. Tepi undangan ditempeli potongan pipa yang ujungnya direkatkan kancing berwarna emas.
Pernikahan yang berlangsung 31 Juli itu diawali dengan pemberkatan di gereja. Kemudian malam harinya dilanjutkan dengan resepsi. Untuk resepsi kami menyewa sebuah gedung dengan kapasitas lumayan besar. Sewa gedung sudah termasuk katering. Untuk berjaga-jaga, kami juga menambah jenis makanan, termasuk beberapa ekor babi putar (yang sangat disukai warga Manado dan Minahasa). Gedung itu penuh sesak. Semua keluarga, teman dan handai tolan hadir. Dan utunglah, persediaan makanan berlimpah. Dan masih banyak sisanya.
Bulan madu dan kehamilan yang tertunda
Usai resepsi, malam sudah larut. Karena capek, kami berdua memutuskan untuk menunda malam pertama hingga pagi hari. Siang hari, usai ibadah Minggu, ada acara syukuran pernikahan (di Manado namanya Balas Gereja) yang diadakan di rumah istri. Sore hari, sang istri mengajak saya untuk mencuci seprei. Sang mantan pacar merasa tidak nyaman untuk tidur di seprei yang ada bercak darah.
Malam hari, acara bulan madu dengan sangat menyesal terpaksa ditunda. Karena tanpa disangka, mantan pacar sudah mendapat.... haid. Sialll!!!
Sebagai pengantin baru kami ingin secepatnya punya anak. Aku pun "berkonsultasi" ke Paman Google untuk menanyakan trik punya anak laki-laki. Ya. Kami menginginkan anak pertama laki-laki. Dan dalam salah satu artikel, ada yang membahas tentang kemungkinan lahirnya anak laki-laki dan perempuan, yang terkait dengan asam dan basa. Intinya, jika ingin anak laki-laki, yang harus diupayakan adalah istri mencapai puncak terlebih dahulu, baru si suami. Jika ingin anak perempuan, suami yang harus lebih dulu mencapai klimaks.
Kami pun mencoba kiat itu. Namun kami sadar, bekerja saja tidak cukup jika tidak ditunjang oleh doa. Jadi, setiap pagi sesudah bangun dan menjelang tidur malam, kami mendoakan secara khusus. Kami berdoa supaya diberikan anak, dan jika memungkinkan, kami ingin anak laki-laki.
Beberapa minggu kemudian istri bilang bahwa haidnya sudah terlambat. Karena gembira, kami 'merayakannya' dengan bermain cinta. Beberapa saat kemudian dengan wajah murung istri bilang kalau dia sudah mendapat haid. Situasi seperti itu terus terjadi. Haid yang sempat terlambat tiba-tiba nongol lagi.
Aku kembali "berkonsultasi" ke paman Google. Dan ada info yang menyarankan agar pasangan menunda berhubungan intim jika istri sudah terlambat haid. Kami mencoba kiat itu. Dan setelah beberapa hari istri tetap terlambat haid, kami berkonsultasi ke dokter kandungan.
Dokter yang memeriksa itu cantik sekali. Dan ramah. Setelah memeriksa dan mendengar cerita kami, dokter itu bertanya apakah aku siap untuk puasa. Maksudnya puasa untuk tidak melakukan "itu".