* Cerpen ini dibuat oleh blogger tamu, Pin
AKU ingin menceritakan hikayat Armando kali ini. Seorang mahaguru di padepokan Ramskasa. Yang berusaha mengkondangkan diri seantero negeri. Lincah bersilat lidah dan bermain kata. Dan belitan aksara membuat banyak orang ternganga. Walau setelah ditelaah semua itu hanya bualan belaka. Kosong. Seperti isi ember tumpah tanpa guna.
Sihirnya juga mampu memperdaya orang-orang hilang akal yang mengelukan ketampanannya. Tampan? Ke mana kau buang matamu hingga tak bisa melihat bibir mencebiknya yang melumat kesadaranmu? Lalu kau menahbiskan dirimu sendiri jadi mahacantriknya.
[caption id="attachment_376638" align="aligncenter" width="511.2" caption=""][/caption]
Ia juga telah jadi serupa tabib kejiwaan. Membuat orang mengosongkan hatinya untuk dipindahkan padanya segala ganjalan. Tapi tahukah kau? Bahwa setelah kau selesai berkedip maka ia akan mengambil keuntungan darimu. Menceritakan pada dunia apa yang sudah kau bagi dengannya. Anonim. Tapi itu isi hatimu. Dan orang-orang akan memandangnya dengan sembah sujud bagai menemukan nabi baru. Sementara kau hancur karena ia mengkhianati kepercayaanmu.
Kau sudah ditipunya, kawan! Ia yang mengaku mahaguru itu sebenarnya hanyalah oportunis yang akan menghisap sarimu dan mengolahnya jadi sebaran madu yang memaniskan namanya. Dan kau? Nasibmu hanya bisa berhenti menggelinding pada sudut hening ketika sesalmu datang karena pernah mengenalnya.
Dan ia hanya akan tertawa sembari terus menyibak dunia. Meraih tepuk tangan pada setiap kesempatan. Membuatmu menyebut namanya dengan rasa kagum walaupun kau ditipu dengan belitan garis-garis aksaranya yang tak berujung pangkal. Memaksamu menikmati banyak mukanya yang teronggok seolah tanpa dosa di mana-mana. Membasahimu dengan lendir ludahnya yang menggelontor benakmu begitu saja.
Ia tak lagi punya malu menebar tiap rayuan pada bibir-bibir merah yang ingin dikecupnya. Dan kau tahu apa yang akan ia beritakan? "Jangan terhanyut rayuan dan jangan merayu!" Membuatnya terlihat jadi mahaguru suci tanpa noda padahal ia tak lagi bisa berkaca pada cermin yang menghitam menghapus setiap bayangan mulut mencebiknya yang terbuka seperti mulut ember menganga.
Dan ia akan tertawa keras menertawai kebodohanmu. Tak peduli siapa kau dan berapa usiamu. Karena baginya, kau hanya alat untuknya meraih dunia dengan nama besar. Tapi semuanya kosong. Ketika waktunya ia akan kembali pada belitan kafannya. Maka hampa yang hening akan menemaninya.
(Pin)
p.s: Pin adalah nama pena dari salah satu fiksianer terbaik di Kompasiana, yang menurut pengakuannya adalah 'tukang khayal terverifikasi biru yang ingin mengembalikan status itu ke pihak berwenang tetapi tidak tahu bagaimana caranya'.
Pin tidak lagi mengaktifkan akunnya di Kompasiana saat ini namun tetap menulis di tempat lain. Dan kali ini, tulisannya dimuat sebagai tulisan blogger tamu di rumahkayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H