Tapi tidak para pewawancara itu.
Jawaban yang justru menunjukkan kecerdasan, keluasan wawasan dan tingginya cita- cita anak tersebut malah dipatahkan.
Dia tak diterima.
Aku hampir yakin bahwa saat wawancara tersebut, para pewawancara luput menanyakan apa alasan di balik jawaban tak biasa tersebut. Dan aku yakin alasannya akan merupakan rangkaian cerita berisi harapan, mimpi- mimpi serta keinginan anak tersebut untuk menggapai bintang.
Dan keinginan anak itu bahkan sudah diruntuhkan saat dia baru hendak masuk SMA.
Memprihatinkan, sungguh.
***
Ada cerita lain.
Suatu hari saat mengantarkan anakku ke sanggar lukis, ada sebuah lukisan yang belum kering terpajang di studio lukis tersebut.
Tak perlu menjadi psikolog atau ahli lukisan untuk dapat membaca apa emosi di balik lukisan tersebut. Sangat tampak bahwa ada seseorang yang tertekan, marah, dan memprotes suatu sistem yang tak kuasa dilawannya.
Kutanyakan, milik siapa lukisan tersebut, dan jawaban yang kuterima adalah bahwa lukisan itu dibuat oleh seorang murid kelas 1 SMP. Anak sangat cerdas yang nyeleneh dan terkucilkan di sekolah sebab dia dianggap gila.