Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Kenangan Masa Remaja: Drop Out Tiga Kali (Dari Sebuah Lembaga Pendidikan Terkenal)

1 Juni 2013   08:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:42 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pernah drop out tiga kali...

Eh, drop out?

Iya. Drop out. DO. Tidak menyelesaikan pendidikan.

Waduh.

Dimana? Kapaannn?

Dulu, saat remaja.

***

Sungguh, ibuku sama sekali tidak dapat disalahkan jika aku selain tak mewarisi kecantikannya juga tak mewarisi banyak keterampilan lain yang dimilikinya.

Ibu sudah berusaha untuk itu.


[caption id="attachment_257268" align="aligncenter" width="318" caption="Gambar: www.colourbox.com"][/caption]

Yang drop out itu, misalnya. Itu kursus menjahit.

Selain kegiatan rutin sehari- hari sepulang sekolah ( belajar menari tradisional, pramuka, ballet, kursus bahasa ), orang tuaku biasa mengirimkan aku untuk mempelajari keterampilan tertentu saat liburan sekolah. Jadi usai libur, aku sudah memiliki ilmu baru. Dari les berenang, mengetik sepuluh jari, kursus mengemudi, sampai menjahit ini, adalah kegiatan masa libur sekolah yang inisiatifnya datang dari orang tuaku. Terutama biasanya, ibuku.

Semua kujalani dengan baik, kecuali... urusan jahit- menjahit itu.

Entah mengapa, otakku yang saat itu bisa mencerna pelajaran matematika dengan mudah tak sanggup mengolah pelajaran membuat pola. Mengukur lingkar tangan, yang harus dikali sekian, ditambah sekian senti, dan ini dan itu, terlalu rumit untuk bisa kupahami.

Dan gunting menggunting itu, aduh, aku bosan sekali !

Maka akibatnya, drop out-lah aku dari kursus jahit itu.

Ibu tak menyerah.

Tempat kursus menjahit kemana ibu mengirimkan aku untuk belajar saat itu adalah tempat kursus terkenal, salah satu yang terbaik di kotaku. Artinya metode pelajaran dan kualitas murid- murid yang lulus dari situ tentu baik.

Tapi aku tak cukup pintar untuk itu.

Liburan datang lagi, dan ibu mengirimkan aku lagi untuk belajar menjahit disana.

Tak ada kemajuan berarti.

Aku drop out lagi.

Liburan kembali datang.

Orang tuaku selalu menanyakan kesediaan anak- anaknya untuk menjalani kegiatan yang mereka sarankan. Jadi perintahnya bukan satu arah. Ibu menanyakan kesediaanku untuk sekali lagi mencoba belajar menjahit, dan aku mengangguk lagi, untuk ketiga kalinya.

Dan.. drop out lagi.

Ha ha ha.

Maka, jika di banyak kolom konsultasi di majalah- majalah atau koran- koran banyak remaja (terutama mahasiswa) yang mengatakan mereka tidak bisa berprestasi saat kuliah sebab jurusan yang mereka masuki tidak cocok dan tidak sesuai minat karena mereka semata mengikuti saran orang tua, tak begitu yang terjadi padaku dengan kursus jahit itu.

Aku memang bersedia menjalaninya dan sebetulnya juga ingin memiliki keterampilah itu. Tapi entah kenapa, tak juga aku berhasil menikmati dan menguasai pelajarannya.

Tiga kali sudah terlalu banyak. Tak ada lagi tawaran serupa tentang kursus jahit diberikan saat liburan berikutnya tiba. Ha ha.

Aku sendiri, pada akhirnya setengah menghibur diri, berpikir bahwa manusia memang tak sempurna, dan aku tak akan bisa serta tak mungkin menjadi super woman. Maka, jika ternyata aku tidak memiliki keterampilan menjahit, ya sudahlah. Keutuhan diriku sebagai perempuan toh tidak lalu cedera karena itu.

***

Itu tentang menjahit.

Bagaimana urusan memasak?

Sebelas dua belas. Sami mawon. Sama saja.

Dulu di masa remaja itu, saat lebaran tiba, toples di rumah orang tuaku biasanya penuh berisi kue- kue buatanku. Aku tak terlalu buruk dalam hal itu

Tapi jika yang dimaksud memasak adalah memasak lauk pauk... maka...

Ha ha. Jawabannya kembali pada kalimat ini: aku bukan super woman. Dan tak bisa memasak tidak mengurangi keutuhanku sebagai perempuan, kan?

Ha ha ha.

Namun ada satu hal tentang masak memasak ini. Yakni, tak bisa memasak, tidak berarti tidak bisa mengajari orang lain untuk memasak.

Ah, yang benerrr?

Duh, percayalah, itu benar. Sebab, aku sudah membuktikan sendiri bahwa itu bisa...

p.s.

segini dulu ya, cerita lengkapnya nanti kutuliskan kemudian , sebab ini week end, waktunya bercanda dan main gelitik- gelitikan dengan si kecil ( oh untunglah gelitik- gelitikan tidak membutuhkan keterampilan khusus, jadi aku yang bukan super woman inipun bisa melakukan hal tersebut dengan anak- anakku, ha ha ha... )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun