Tapi walau begitu, setahu aku mereka juga belum memiliki SIM. Dan sekali- sekali, mereka membawa mobil ke sekolah.Maka, kubujuk orang tuaku untuk juga mengijinkan aku mengemudikan mobil.
Usaha yang tak pernah berhasil.
Ayahku tetap menggelengkan kepala.
Beragam alasan dan justifikasi kuberikan, tak ada yang berhasil merubah pendiriannya. Ketika kukatakan bahwa banyak temanku toh juga sudah diijinkan mengemudikan mobil, Bapak menjawab pendek, " Biar saja anak orang lain begitu. Anak Bapak, tidak. "
Dan diskusi dihentikan.
Begitulah. Aku baru akhirnya diijinkan untuk mengemudikan mobil beberapa tahun ketika sudah cukup umur, di saat aku sudah masuk perguruan tinggi.
***
Dulu, aku tak bisa memahami pemikiran Bapak, tapi makin dewasa, aku makin mengerti dan berterima kasih atas ketegasan sikapnya.
Bagi anak belasan tahun, mengemudikan mobil mungkin kesannya 'gaya'. Padahal, itu sama sekali bukan urusan gaya- gayaan. Tanggung jawabnya besar. Bahwa mengemudikan kendaraan itu membutuhkan kematangan emosi dan kemampuan mengambil keputusan, yang jelas belum dimiliki anak- anak yang belum cukup umur.
Adanya refleks- refleks dan kemampuan analisa serta pengambilan keputusan dan kematangan emosi yang hanya bisa dimiliki oleh orang- orang berusia tertentu, dan tidak oleh seseorang dengan usia di bawahnya.
Adakalanya juga muncul situasi- situasi emergency, atau kejadian- kejadian diluar dugaan dimana kesalahan pengambilan keputusan pada titik itu bisa berakibat fatal.