Ini cerita kocak lain dari perjalanan ke Tanah Suci dengan para asisten rumah tangga kami...
PENGATURAN tempat duduk di pesawat saat umrah agak merepotkan kami yang berangkat dalam rombongan besar. Baik saat umrah dua tahun yang lalu maupun di akhir 2013 kemarin, kudapati bahwa boarding pass diproduksi berdasarkan urutan abjad nama seseorang. Akibatnya, jika kita berangkat dengan keluarga, tempat duduk satu keluarga itu bisa terpencar- pencar.
Maka, terjadilah 'transaksi' pertukaran tempat duduk antara sesama anggota rombongan di atas pesawat. Kegiatan yang sungguh tidak nyaman dan merepotkan menurut aku.
Kami berangkat umrah dengan anak- anak, dengan ibu, dan para asisten rumah tangga serta beberapa kerabat lain. Bayangkan betapa banyak jumlah kursi yang harus kami tukar agar kami bisa duduk berdekatan.
Betapapun kami berusaha, pada akhirnya kami tak berhasil duduk berderetan dengan mbak S, asisten rumah tangga kami, dan Yu K, asisten rumah tangga di rumah ibu.
Mbak S duduk di deret belakang kami, sementara Yu K duduk beberapa deret di depan kami. Akibatnya, kami tak bisa langsung memandu dan membantu mereka yang baru pertama kali terbang dengan pesawat untuk urusan- urusan memasang seat belt, mencari cara membuka wadah makanan (Yu K hampir tak memakan bagiannya sebab tidak tahu bagaimana cara membuka alumunium foil yang menutupi wadah makan tersebut), dan juga, urusan ke kamar kecil.
***
Tentang kamar kecil, ceritanya menjadi panjang.
Larut malam, rupanya Yu K ingin ke kamar kecil. Dimana letaknya, ditunjukkan oleh pramugari.
Nah tapi, sang pramugari kan tak menanti sampai Yu K selesai keluar dari kamar kecil. Padahal... di sinilah letak kesulitannya, sebab, Yu K tak tahu cara membuka pintu kamar kecil di pesawat !
Tak seperti mbak S yang buta huruf, Yu K sebenarnya bisa membaca. Keduanya, semenjak bekerja pada keluarga kami, diajari membaca. Yu K kemudian bisa membaca dan menulis tapi mbak S sepertinya sudah menganggap dirinya sendiri tak mampu belajar membaca sehingga tetap buta huruf hingga saat ini.