Perut Bapak- bapak berbaju putih itu kurang dari 10 cm di depan mukaku, yang saat ini kebetulan mendapat tempat duduk -- sebab aku tadi naik KRL dengan arah berputar, tidak langsung ke arah tujuan tetapi ke arah terbalik dulu lalu ikut kembali ke arah tujuan. Jangan tanya berapa banyak waktu yang terbuang percuma. Tapi tak ada pilihan. Aku tak bisa sok kuat dan memaksakan berdiri terjepit- jepit seperti dendeng sepanjang perjalanan. Maka membuang waktu percuma untuk berputar- putar seperti itu menjadi pilihan terbaik dari banyak pilihan buruk.
Para lelaki di sekitarku sudah tak lagi bisa berdiri tegak. Mereka miring kesana- kemari, meraih apapun yang bisa dipegang dengan tangan untuk sekedar menahan agar tubuh tak terjatuh.
Kaki kananku pernah cedera beberapa tahun yang lalu dan tak pernah benar- benar pulih kembali. Dan bagian pergelangan yang cedera serta lutut yang beberapa minggu yang lalu baru saja diterapi lagi itu pagi ini sudah terantuk entah berapa kali.
Kutarik saja nafas panjang. Seorang Bapak yang berdiri di depanku berkata, " Ini lebih parah dari KRL ekonomi.. "
Yang satu lagi mengeluh, " Tiap hari nih seperti ini.. "
Lututku sudah makin nyeri saat ini. Lutut sisi kanan itu memang belum lagi pulih.
KRL ini miring ke satu sisi atau bagaimana ya? Sebab barisan para lelaki di depanku makin condong ke muka berdirinya, seperti sudah hendak tumpah saja.
Tarik nafas lagi saja..sabaarrr..sabarrrrrr -- entah sampai kapan harus begini.
Aduh, badanku kini sudah menyangga berat bapak- bapak di depanku..yang juga menyangga berat entah berapa orang yang mendorong di belakang punggungnya.
Ugh..aku mulai tak bisa bernafas dan mual.
Kusudahi dulu ceritanya ya?