Kumaknai itu sebagai bahasa cinta. Pernyataan bahwa walau kami sangat berbeda gaya, tapi kami menerima satu sama lain apa adanya.
Tiga generasi perempuan. Ibuku, aku dan anakku.
Gaya dan tingkah laku kami berbeda. Itu jelas tampak.
Walau ibuku yang cantik itu selalu mengatakan bahwa aku mirip dia (dan aku tak pernah percaya, ha ha ha, sebab aku tahu, aku ini tidak cantik ), sementara anak perempuanku, si sulung itu, selalu tertawa tak mau menerima jika ada yang mengatakan bahwa dia mirip sekali aku saat aku seusianya (seorang kawan yang melihat foto putriku di profile Blackberry-ku sempat berkomentar bagaimana aku bisa memiliki foto lama dengan warna- warna sangat jelas dan masih tampak seperti baru, katanya. Ha ha. Kawanku salah, itu foto anakku, bukan fotoku ). Anakku bilang, dia jelas tak mirip aku, sebab dia cantik (dan aku tidak, ha ha ha ).
Kata anakku, aku harus menerima fakta bahwa gen cantik itu resesif, jadi memang tidak semua orang dalam satu keturunan menampakkan kecantikan itu. Dan konon, masih menurut anak gadisku itu, gen resesif itu ada pada ibuku, yang dia sebut yangti, dan... pada dia, namun...
"Ibu kelewat, " katanya suatu hari, " Gen resesifnya nggak muncul."
Statement yang membuat suamiku, ayahnya, yang mendengar percakapan kami terbahak, dan kutanggapi dengan menjulurkan lidah. Ha ha ha.
( Memangnya siapa yang perlu memusingkan lagi apakah aku ini cantik atau tidak saat aku bahagia dan memiliki suami sebaik, sehangat dan sepengertian suamiku, yang kutahu bahkan tak semua orang cantik mendapatkannya? He he he )
***
Ah, ada banyak rasa yang seringkali sulit untuk disampaikan dengan kata- kata.
Pesan yang masuk ke telepon genggamku itu sudah sangat menunjukkan bahwa selera kami berbeda.