[caption id="attachment_3740" align="aligncenter" width="574" caption="(dok. pribadi)"][/caption]
MASJID Bilal, adalah sebuah masjid yang terletak tak jauh dari Masjid Nabawi di kota Madinah.
Kami melintasi masjid ini saat sedang melakukan city tour di Madinah minggu yang lalu.
Bilal, adalah nama yang sering disebut dalam sejarah Islam. Terkenal dengan suaranya yang sangat indah, Bilal dipilih sendiri oleh Rasulullah, Muhammad saw sebagai orang pertama yang melantunkan adzan buat memanggil umat muslim untuk mendirikan shalat.
Bilal sendiri mulanya merupakan seorang budak berkulit hitam yang dibebaskan oleh sahabat Nabi Muhammad, Abubakar ra dari majikan yang suka menyiksanya, atas permintaan Rasulullah.
***
Ada satu hal yang membuatku merenung- renung di dalam bus saat kami melintasi masjid Bilal itu. Sikap Rasulullah itu jelas menunjukkan faham bahwa Rasulullah menganggap adanya persamaan hak, persamaan derajat bagi setiap manusia.
Rasulullah tak menyetujui perbudakan. Dan memuliakan Bilal yang berkulit hitam dengan memintanya menjadi pelantun adzan yang pertama.
Lalu, bagaimana dengan kita?
Bagaimana dengan sikap kita dalam keseharian?
Adakah sikap kita juga menunjukkan penghormatan yang serupa pada sesama manusia, terutama pasa seseorang yang bekerja pada kita?
Adakah kita bersikap adil, dan baik, misalnya, pada para asisten rumah tangga kita?
Adakah kita juga menghargai sesama manusia tanpa memandang ras, atau warna kulitnya?
Betapa sering dalam kehidupan sehari- hari kita mendengar bagaimana ada kalimat- kalimat mengejek atau merendahkan pada seseorang yang berkulit gelap, dari yang agak halus hingga yang terang- terangan menyebut 'jelek' pada orang berkulit gelap, coklat atau hitam?
Jelek?
Astaghfirullah.
Ketika kita mengatakan bahwa orang berkulit gelap itu 'jelek', adakah kita pernah merenung dan berpikir, bahwa bahkan untuk sesuatu yang disebut 'jelek' itu, kita bahkan tak akan mampu mencipkankannya, bahkan seujung kukunya saja sekalipun?
Ketika berada di masjid Nabawi dan Masjidil Haram kusaksikan manusia berbagai bangsa, dengan beragam warna kulit, melakukan hal yang sama. Beribadah kepada Allah.
Kusaksikan air mata bercucuran dari para lelaki, perempuan, dari yang berkulit putih maupun gelap, dari yang berbibir merah maupun coklat kehitaman, dari yang berhidung mancung maupun tidak, dari beragam manusia dengan warna mata yang berbeda saat berada di sekitar Ka'bah
Dan betapa hati tergetar saat melakukan thawaf, mengelilingi Ka'bah. Saat menyaksikan banyak lelaki, tak perduli siapapun dia, apapun jabatannya, menggunakan pakaian serupa, dua lembar kain yang dililitkan di badan sambil terus berjalan berkeliling memuja Sang Maha Cinta.
Ketika begitu banyak contoh, begitu banyak ritual ibadah dilakukan dengan faham untuk menghargai keberagaman, untuk menunjukkan kesamaan derajat, bagaimana kita dalam kehidupan sehari- hari masih sering menunjukkan sikap yang membedakan?
Ketika Rasulullah memuliakan Bilal yang berkulit hitam dengan memilihnya menjadi pelantun adzan pertama, bagaimana kita masih bisa mengejek orang- orang berkulit gelap sebagai 'jelek' ?
Mengapa? Bagaimana bisa?
Hatiku terus bertanya- tanya...
p.s: Ditulis di Istanbul, Turki, tulisan ini merupakan tulisan ke-4 dari serangkaian tulisan yang merupakan catatan perjalanan ziarah dan ibadah umrah ke Madinah dan Mekah yang baru saja usai kulakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H