Mungkin karena sudah ditegur dua orang, si ibu itu malu sendiri. Sambil mendelikkan mata dia berbisik kepada putrinya agar menghabiskan makanannya. Si gadis cilik itu sambil tersedu mencoba makan.
Dalam perjalanan pulang, peristiwa 'sadis' itu kami diskusikan. "Aku gak percaya ada ibu yang sesadis itu pada putrinya sendiri," kata istriku.
Aku mengangguk setuju. "Dia merasa malu. Dan untuk menutupi itu dia sengaja bersikap kejam..."
"Tapi kenapa? Apakah karena malu kita harus menyakiti anak kita?" tanya istriku. Dia lalu mendekap kuat-kuat si kecil yang sudah tertidur pulas. "Aku tak dapat membayangkan kalau kelak aku melakukan hal yang sama pada si kecil...."
Aku tersenyum. Aku tak percaya kalau istriku bisa menjadi sesadis itu. Aku teringat dulu, ketika si kecil masih bayi, bagaimana istriku itu murka ketika mendapati di pipi si kecil ada benjolan kecil tanda digigit nyamuk. Istriku saat itu langsung menyatakan perang, dan memburu para nyamuk!!
Aku bertanya-tanya, apakah ibu sadis di resoran juga melakukan hal yang sama ketika anaknya masih bayi? Melindungi dengan segenap hati dan murka ketika anaknya digigit nyamuk? Kalau ya, kenapa setelah anaknya mulai besar sikapnya berubah? Kalau benar-benar cinta, kenapa menyakiti?
Sampai sekarang wajah anak kecil itu, yang pucat pasi, yang matanya dipenuhi air mata, yang tersedu-sedan, masih terbayang.
Aku sedih karena aku tahu, anak kecil itu punya banyak teman senasib. Yang disakiti oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi dan menjaga. Disakiti oleh orang yang seharusnya mencinta.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H