Kuti tercengang, tak paham apa yang sedang dibicarakan istrinya. Juga tak bisa menebak apakah Dee sedang bergurau atau serius, sebenarnya.
Manado, dan Tondano itu berjarak sekitar 30 Kilometer. Lalu, kenapa kebakarannya di tengah kota Manado tapi pembicaraan dilakukan di tepi Danau Tondano, sambil menikmati minuman hangat dan pisang goreng pula?
Tidak logis, pikir Kuti. Dee pasti kumat jahil, dan sedang iseng mengarang cerita yang tidak- tidak.
Kuti menatap istrinya.
Dee tampak tersenyum lebar dengan kilat geli yang tampak jelas di matanya.
" Bayangkan.. " kata Dee, " Saat ada situasi darurat, kebakaran semacam itu, bukannya ada di dekat warga untuk memastikan bahwa kondisi terkendali dan menghindari dampak- dampak negatif susulan, eh.. para petugas itu malah memilih berada di kota lain yang berjarak beberapa puluh kilometer, lalu duduk- duduk di tepi danau membicarakan peristiwa terjadi, serta tentang mobil pemadam kebakaran yang telah mereka kirim lokasi kebakaran. Tanpa satupun dari mereka muncul di lokasi. "
" Dan tak ada berita resmi yang disampaikan pada warga tentang bagaimana mengendalikan situasi pasca kebakaran tersebut atau rencana- rencana para petugas, " sambung Dee lagi. Kali ini, tak ada kilat jahil. Dee serius rupanya.
Ah, pikir Dee, jika hal semacam itu sampai terjadi, maka itu adalah suatu situasi yang sangat memprihatinkan.
Ketika logika tak lagi lurus, kala kondisi serius dan mendesak diabaikan, ketika banyak orang yang sedang kebingungan tertimpa musibah bahkan tak memperoleh empati dan perhatian yang selayaknya mereka dapatkan dari para petugas yang alih- alih mendekati para korban, malah entah kenapa memilih untuk berada di tempat yang jauh dari lokasi kebakaran untuk membahas hal darurat itu...
***
Dee mulai mengantuk. Dia merapatkan tubuhnya pada sang suami yang lalu memeluknya hangat.