“ Aku yang nulis episode 3, ya? “ begitu isi SMS-ku pada Fary, segera setelah usai membaca bagian ke-2.
“ OK, “ jawab Fary.
Kutulis episode 3 itu, dan setelah usai, kutaruh dalam bentuk draft di blog kami. Kuhubungi Fary lagi, kukatakan bahwa tulisan itu telah selesai kubuat. Kuminta dia untuk membaca serta mereview tulisanku, mengedit jika perlu, lalu menayangkan tulisan itu.
Jawaban yang kuterima adalah, “ Publikasikan langsung saja. Aku baca nanti setelah dipublikasikan. “
Oh, ya ampun. Selama dua tahun menulis bersama di blog rumahkayu memang begitulah cara kami berkolaborasi. Masing- masing bisa menulis apapun yang diinginkannya dan mempublikasikan tulisan itu tanpa perlu direview pihak lain terlebih dahulu.
Hanya ada satu masalah 'kecil'. Blog rumahkayu berisi hal- hal yang kami temukan dalam keseharian kami. Topiknya familiar untuk aku. Beda dengan cerita silat yang sama sekali tak kukenal ini.
Tapi, baiklah. Kutayangkan bab 3 dari seri “ Darah di Wilwatikta “
Itulah kali pertama aku menulis sebuah bab yang merupakan bagian dari cerita silat. Bab itu tak membuat adegan laga sama sekali. Sebab aku masih tak tahu bagaimana cara menulis adengan laga itu.
Lalu, begitulah…
Aku seperti sedang ‘magang’ menulis cerita silat pada Fary. Sampai suatu hari, berhasil juga kutuliskan sebuah bab berisi adegan laga. Ha ha. Akhirnya !
***