Pasal anakku ‘ingin jadi tukang parkir’ itu rupanya tersebar luas. Sebab pada suatu hari ketika aku mampir ke SD di Yayasan yang sama untuk mengurus sesuatu untuk si sulung, aku bertemu dengan salah satu orang tua yang anaknya seangkaran dengan anak tengahku itu dan menanyakan apa benar kami sama sekali tak keberatan tentang hal tersebut.
Aku dengan tawa lebar menjawab sekali lagi, " Tidak, memangnya kenapa? "
Entahlah, aku tak ingat lagi apa reaksi orang tua yang bertanya padaku itu, tapi aku ingat bahwa saat itu aku sendiri berpikir dengan heran, kenapa sih omongan anak TK berusia lima tahun saja sampai begitu menggemparkan?
Aku sendiri, begitu juga suamiku,  mengerti kenapa anakku menjawab dia ingin jadi tukang parkir saat itu. Sederhana saja. Dia sedang senang main peluit, dan menurut pendapatnya, jadi tukang parkir itu enak, bisa main peluit sepanjang hari, lalu dapat uang…
He he he…
***
Kembali ke urusan sekolah.
Di TK tak terlalu banyak urusan mogok sekolah terjadi. Dia tak termasuk murid yang sangat semangat pergi ke sekolah, anak tengahku ini, tapi juga tidak pernah mogok.
Tapi, di kelas 1 SD, hal tersebut terjadi lagi.
Satu semester pertama, berlalu dengan aman. Semester kedua, dia mulai malas- malasan dan kemudian berulang kali menolak pergi ke sekolah.
Kami mengobrol dengan gurunya, ingin tahu adakah sesuatu yang khusus yang terjadi akhir- akhir ini. Gurunya mengatakan tak ada. Anak kami tak bermasalah dengan pelajaran, tidak ada masalah lain pula yang dapat dideteksi gurunya.