Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemurahan Hati Dibalik Seteguk Air Zam Zam

23 Januari 2012   01:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:33 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemurahan hati itu... TAHUN lalu, kami sekeluarga berkesempatan menjalankan ibadah umrah. Dan saat itu aku mencatat begitu banyak kebaikan, ketulusan, dan kemurahan hati dari orang- orang yang kami temui. Termasuk yang tak kami kenal sama sekali... Hal tersebut telah dimulai sejak kami mendarat di Madinah. Dan sungguh Yang Maha Suci menunjukkan kekuasaanNya, di Mekah, semua itu berulang lagi… lagi… dan lagi… Suhu udara berkisar antara 48 – 52 derajat Celcius saat itu. Aku sendiri tak benar- benar melihat thermometer, tapi aku merasa bahwa di Mekah, udara lebih panas daripada di Madinah. Selera makanku menurun drastis, sementara rasa haus terus menerus menerpa. Semenjak tiba di Madinah, kami membiasakan diri untuk minum sesering mungkin. Air zam zam, walaupun sumbernya berada di Mekah, ada berlimpah di Masjid Nabawi, Madinah. Banyak gentong- gentong air berderet di dalam masjid. Kami membiasakan untuk minum begitu masuk masjid dan saat meninggalkan masjid, juga beberapa kali diantaranya ketika berada di masjid. Di Masjidil Haram, Mekah, air zam zam, tentu saja juga ada dimana- mana. Tapi karena masjid ini sangat luas, atau mungkin juga karena udara sangat panas, aku merasa bahwa jarak dari suatu titik ke titik lain dimana kita bisa memperoleh air zam zam ini lebih jauh daripada di Madinah. Entah benar atau tidak hal ini, tapi itulah yang kurasakan. Dan karena itu, berkekurangan airkah kami? Oh, tidak. Tidak sama sekali. Suatu siang, di hari pertama kami berada di Mekah, seusai shalat duhur, aku dan putriku berjalan berkeliling di Masjidil Haram. Seperti biasa, kami sekeluarga berangkat bersama- sama ke masjid, lalu berpisah setelah masuk ke dalam. Aku bersama putriku, sementara para anak lelaki turut dengan ayahnya. Beberapa saat kemudian, aku mulai merasa haus. Kulayangkan pandang ke sekeliling, mencoba mencari tempat dimana bisa kudapatkan air. Belum juga kulihat tempat itu ketika seorang anak lelaki berkebangsaan Arab tiba- tiba menghampiriku dan mengulurkan segelas air. Aku tercengang. Dia tersenyum dan berkata, “ Zam zam, “ katanya. Lalu dia berlari lagi dan kembali dengan segelas air yang diulurkannya pada putriku. Dia melakukan hal itu juga pada beberapa orang lain yang melintas. Di dekatnya ada seseorang yang kuduga adalah orang tuanya, mengawasi apa yang dilakukan anak itu sambil tersenyum. Kuucapkan rasa syukurku dalam hati pada Yang Kuasa sambil meneguk air yang menyejukkan itu...

***

Dan hal semacam itu terjadi berulang kali. Tak lama seusai kami berkeliling masjid, aku dan putriku duduk di lantai atas di tempat yang menghadap pintu Ka’bah. Kami menunaikan beberapa shalat sunat dan sempat minum lagi segelas air zam zam. Lalu kembali duduk, berdoa dan menunaikan beberapa shalat sunat lagi. Panas sangat menyengat. Kembali rasa haus mendera. Putriku sudah berdiri hendak mengambil air ketika terdengar suara adzan. Dia membatalkan niatnya dan duduk kembali. Para jamaah mulai berdatangan. Seseorang mendekat dan bertanya pada putriku apakah tempat di sebelahnya kosong. Putriku mengangguk dan menggeser duduknya. Perempuan asal Timur Tengah itu duduk sebentar. Dia shalat dua rakaat lalu seusai shalat dia menoleh pada kami, berkata dalam bahasa Inggris bahwa dia hendak mengambil minum dan menawarkan pada kami apakah kami ingin dia mengambilkan air juga bagi kami. Putriku ragu- ragu, dia diam saja sambil menatapku. Aku tersenyum sambil mengangguk pada perempuan asal Timur Tengah yang cantik tersebut. Ya, terimakasih banyak atas tawarannya. Begitulah. Perempuan cantik itu kembali dengan tiga gelas air zam zam. Dua gelas diulurkannya pada kami sementara yang segelas diminumnya sendiri. Ah, nikmat apa yang dapat melampaui nikmat ketika kita berada di dekat Ka’bah, menjadi tamu Sang Pemilik Hidup dan berkelimpahan rejeki semacam itu? Sungguh, selama berada di Mekah, di Masjidil Haram, setiap teguk air zam zam yang memasuki kerongkonganku kuhitung sebagai rejeki besar. Sebab, ada begitu banyak kebaikan manusia dan kemurahan Yang Kuasa di baliknya…

***

Kali lain, seusai shalat, kami kembali mengantri untuk mengambil air di gentong- gentong yang tersedia. Ada tiga orang di depanku. Seorang ibu yang ada di barisan paling depan berjongkok mengucurkan air dari gentong. Aku berdiri menanti, dan… Entah mengapa, ibu- ibu yang aku tak tahu berkebangsaan apa itu, tiba- tiba menatapku lalu mengulurkan gelas penuh berisi air yang baru saja dikucurkannya dari gentong padaku. Aku tercengang. Ibu itu mengantri, dan bahkan kutahu pasti dia sendiri belum minum setegukpun, juga, ada dua orang yang berada di depanku, tapi gelas pertama yang diisinya air diulurkannya padaku. Tak segera kuterima uluran tangannya. Tapi ibu-ibu tersebut terus menyodorkan gelas tersebut, dan nyata bahwa akulah yang ditujunya. Jadi kemudian, kutangkupkan tanganku di depan dada dan mengangguk, memberikan tanda ucapan terimakasih yang dibalasnya kembali dengan anggukan. Kuteguk air itu sambil keluar dari antrian. Air mataku mengalir deras. Betapa kemurahan hati begitu berlimpah menghampiri aku selama berada di Tanah Suci. Kuucapkan syukur untuk kesekian kalinya dalam hati. Kusadari bahwa itu tak akan terjadi tanpa kehendakNya. Tanpa kuasaNya. Sebab, hal yang sama berulang lagi… lagi… dan lagi…

***

Malam itu, di hari kedua kami berada di Mekah, kutunaikan ibadah umrah yang kedua kalinya. Kami keluar dari Tanah Haram di Mekah dan mengambil miqat di sebuah masjid yang terkenal dengan nama masjid Aisyah. Masjid ini terletak di batas antara Tanah Halal dan Tanah Haram. Kuniatkan umrah malam itu untuk mengumrahkan almarhumah nenek buyutku. Nenek tiri ayahku yang merawatnya sejak kecil. Ayahku yatim piatu sejak berusia 4 tahun dan dibesarkan oleh kakek kandung dan nenek tiri ( nenek kandungnya juga telah tiada ), yang kutahu mencintainya dengan setulus hati. Dan kembali, beragam kemurahan hati menghampiri. Seperti biasa, rasa haus mendera saat kutunaikan ibadah umrah itu, tapi setiap kali aku hendak mengambil air, selalu ada orang lain yang lebih dulu mengulurkan segelas air padaku. Bahkan pada suatu saat, telah kuhampiri keran air zam zam yang banyak berada di sisi lintasan Sa’i, lalu kuambil sebuah gelas dan kutaruh di bawah keran tersebut. Kuulurkan tangan untuk menekan tombol keran. Dan… Belum juga tanganku menyentuh tombol itu, seseorang yang entah muncul darimana tiba- tiba saja mengulurkan tangannya dan menekan tombol itu. Air mengucur deras ke dalam gelasku. Dengan terkejut aku menoleh. Kulihat penolongku itu, seorang lelaki. Mungkin raut mukaku menampakkan keheranan, sebab kulihat dia mengangguk, memberikan isyarat padaku untuk menerima kebaikan hatinya membantuku untuk menekan tombol air keran itu. Kutarik nafas panjang. Seperti biasa, kuanggukan kepalaku dan tersenyum sedikit untuk menyampaikan rasa terimakasihku. Dan hatiku kembali memuji kebesaranNya. Betapa Dia Maha Baik, Maha Pengasih, Maha Pemurah… Malam itu, bahkan untuk sesuatu yang begitu mudah, yang aku dapat melakukannya sendiri, menekan tombol keran itu, dikirimkanNya seseorang yang baik hati yang menolongku untuk melakukan hal tersebut… Apalagi yang dapat kulakukan selain bersyukur dan berterimakasih atas semua limpahan rejeki dan kebaikan itu? Segala puji bagiNya. Aku sungguh berterimakasih atas segala kemurahanNya, kebaikan yang begitu banyak, rejeki yang terlimpah. Dan tentu saja, tak putus rasa syukurku atas kenikmatan setiap tetes air zam zam beserta begitu banyak keindahan dan kemurahan serta kebaikan yang menyertainya…

** gambar diambil dari flickr **

p.s:

- Miqat adalah batas-batas yang telah ditetapkan untuk memulai ibadah haji atau umrah. Disitulah dimulainya niat untuk berhaji/ umrah dan kain ihram mulai harus digunakan.

- Ibadah Sa'i merupakan salah satu rukun Haji dan umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun