Tentang Superman, dan ketaatan pada hukum...
DEE memotong- motong buah nanas dan meletakkannya di piring yang telah dia siapkan. Ditaburkannya garam ke atas nanas yang tampak sangat segar itu, lalu dibawanya ke teras dimana beberapa anak tengah berada.
Sekolah sedang libur saat ini. Karenanya ada beberapa saudara sepupu Pradipta menginap di rumah. Ada Cintya, Pratama, Respati dan Kirana. Merekalah yang kini sedang berada di teras rumah kayu. Sayang sekali seorang sepupu lagi, Radya, masih terlalu kecil untuk menginap sendiri di rumah kayu tanpa orang tuanya, sehingga dia tak dapat turut bergabung.
Dee menawarkan nanas yang baru saja dipotong- potongnya pada anak- anak itu.
" Ini, nanas dari kebun kemarin, " kata Dee pada mereka.
Beberapa hari yang lalu dua keluarga yang bersaudara pergi ke sebuah kebun yang dimiliki oleh orang tua Cintya dan Pratama. Respati dan Kirana tak turut pergi ke kebun saat itu, walau sebenarnya keluarga mereka juga diajak untuk turut pergi. Ada acara lain yang harus dihadiri oleh orang tua mereka, sehingga mereka tak dapat bergabung.
Pratama menoleh pada Respati dan Kirana dan berkata, " Sayang deh pada nggak ikut waktu itu. Coba kalau ikut, kan bisa lihat iklan yang aneh juga... "
" Iklan apa? " tanya Respati.
" Superman, " jawab Pratama. " Tapi iklannya nggak bener, " imbuhnya.
" Nggak bener gimana? " kejar Respati.
Pratama tertawa dan mulai bercerita pada Respati. Dee tersenyum menatap anak- anak itu. Melihat Pratama menceritakan apa yang mereka temukan dalam perjalanan menuju ke kebun beberapa hari yang lalu, Dee teringat kembali suasana saat itu...
***
Mobil sedang melaju. Jalan masih tak terlalu ramai saat itu.
Beragam topik percakapan silih berganti menyemarakkan perjalanan liburan dua keluarga yang bersaudara menuju ke sebuah kebun dimana durian dan rambutan sedang berbuah. Ada nanas- nanas yang mulai menguning pula di sana.
Makanan kecil diedarkan. Kotak- kotak minuman mulai dibuka.
Si kembar Nareswara dan Nareswari sudah bangun dari tidurnya dan mulai merengek lapar. Dee memberikan pada mereka masing- masing sekeping biskuit yang mereka gigiti dengan senang hati.
Kini mereka sedang berada di sebuah jalan tol.
Dee menatap keluar jendela, dengan senang hati memperhatikan bunga- bunga liar yang tumbuh di tepi jalan tol tersebut. Ada semacam bunga berwarna putih susu dengan bagian tengah kuning kecoklatan yang sangat disukai Dee tumbuh berderet di tepi jalan tol itu.
Bunga- bunga tersebut hanya mekar di pagi hari. Saat hari meranjak siang, kelopak bunga itu akan menutup kembali. Pagi itu, hamparan beribu bunga yang bermekaran sungguh memanjakan mata.
Dan tiba- tiba saja terdengar suara tertawa geli.
Pratama terbahak.
Disusul oleh Cintya. Lalu Pradipta.
Para orang tua menoleh pada mereka. Ada apa?
Pratama sambil masih tertawa geli menunjukkan plang yang ada di tepi jalan tol itu. Sebuah plang bergambar Superman. Di dada Superman itu tertulis besar- besar kalimat ini “Saya Bangga Tidak Melanggar Hukum”.
Oh, iklan layanan masyarakat, rupanya, pikir Dee. Himbauan agar masyarakat taat hukum.
Nah tapi, mengapa Pratama tertawa tadi? Apa yang aneh dengan gambar superman dan iklan itu?
Pratama terus tertawa- tawa sambil berkata, “ Gimana sih. Masa’ iklan jangan melanggar hukum koq Superman yang dipilih. Superman itu kan sering melanggar hukum… “
“ Melanggar hukum gimana, mas? “ Prameswari bertanya pada anaknya.
“ Ibuuuu… “ kata Pratama pada Prameswari, “ Superman itu kan suka ngelempar- lemparin lawan- lawannya ke gedung- gedung tinggi. Itu kan melanggar hukum, namanya! “
Ah.
Para orang tua di dalam mobil mulai tersenyum simpul.
“ Dia juga merusak fasilitas umum... “ sambung Pratama lagi.
Prameswari, Dee, Kuti dan sang ayah yang berada di balik kemudi mulai tertawa. Ha ha ha.
Pradipta, rupanya tak hendak ketinggalan dan dengan logika kanak- kanaknya ingin turut memberikan pendapat. Dia menoleh pada Pratama dan berkata, “ Terus ya mas, aku pikir… Superman itu terbang- terbang begitu, memangnya dia punya SIM pesawat? Kan kalau orang mau menerbangkan pesawat harus ada ijinnya. Superman terbang nggak pakai ijin kan mengganggu pesawat yang lain… “
Pratama mengangguk. “ Iya, Dik, “ katanya pada Pradipta yang dipanggilnya adik, “ Mesti dibilangin tuh yang milih Superman buat iklan itu. Dia salah pilih tokoh. Superman itu contoh pelanggar hukum… “
Dee tertawa geli. Ha ha ha. Komentar Pratama yang luar biasa kritis itu sungguh lucu.
Inilah bedanya anak- anak dan orang tua, pikir Dee. Orang tua seringkali tidak konsisten. Mengajarkan pada anak untuk berbuat baik pada orang lain, memperlakukan orang dengan sepatutnya, tidak merusak fasilitas umum, dan taat pada aturan, tapi… orang tua seringkali justru tak bisa berpikir komperhensif seperti anak- anak, sebab cara pikirnya telah terkotak- kotak berdasarkan kepentingan tertentu.
Superman yang melawan kejahatan didefinisikan oleh pihak yang membuat iklan layanan masyarakat itu sebagai ‘tak pernah melawan hukum’, padahal melawan kejahatan sejatinya juga ada aturannya, tak berarti apapun boleh dilakukan pada pihak lawan dengan mengabaikan aturan yang berlaku. Sama seperti sebaliknya, perbuatan baik juga tak akan berarti jika sumbernya tidak baik. Memberikan sumbangan dari hasil korupsi, dalam klasifikasi Pratama pasti tidak termasuk perbuatan baik…
Lagi, untuk kesekian kalinya, Dee perpikir, seringkali orang tua memang harus belajar pada anak- anak yang malah lebih bisa berpikir jernih dan seimbang saat memberikan pendapat dibanding para orang tua...
p.s: post ini terinspirasi oleh kisah nyata...
** gambar diambil dari: sneakpeek.ca **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H