Para ayah, kembalilah ke rumah...
TADI malam, kulihat siaran televisi, membahas peristiwa yang belakangan ini ramai dibicarakan orang yakni pembunuhan seorang remaja berusia 19 tahun oleh mantan pacar dan kekasih baru sang mantan yang ironisnya juga teman sesekolah saat SMA.
Itu perbuatan jahat, kata ibu Elly Risman, psikolog yang diundang sebagai narasumber dalam siaran televisi tersebut.
Itu bukan lagi kenakalan remaja. Itu jahat.
Dengan prihatin, harus kukatakan bahwa aku menyepakati apa yang dikatakan ibu Elly. Apa yang terjadi, bukan lagi nakal, tapi jahat.
Anak remaja, memang sering bertingkah nakal dan lucu. Usianya yang berada di antara anak-anak dan dewasa memang membuat mereka seperti itu
Tapi meminta seseorang yang dikenal untuk menemui lalu disetrum, disumpal mulutnya, sampai akhirnya meninggal, dan bahkan setelah itu kemudian sempat- sempatnya menjual telepon genggam sang korban untuk kemudian dibelikan aki mobil sang pembunuh yang ngadat, sungguh diluar nalar.
Beberapa analisa dari psikolog lain serta ahli kriminologi mengatakan bahwa sepasang kekasih itu mungkin tadinya tak bermaksud membunuh ( dan semata hanya ingin 'memberi pelajaran' ). Tapi tetap saja, itu diluar nalar. Logika yang lurus akan tahu bahwa setiap tindakan akan ada konsekwensinya. Nurani yang bersih akan tahu, menyiksa dan menyakiti orang lain itu tidak bisa dibenarkan.
Dan ini..menyetrum, dengan alat. Menyumpal mulut dengan kertas koran. Ah, tengoklah kebanyakan mobil. Jangankan alat setrum, bahkan kertas koranpun tak selalu ada di dalam mobil, bukan? Maka hal itu memang jelas sengaja disiapkan
Lalu juga, bagaimana saat mereka bicara -- merencanakan -- soal hendak memperdaya, menyetrum dan menyumpal mulut korbannya sepasang kekasih itu tidak memikirkan konsekwensinya? Memangnya mereka tidak tahu bahwa itu bisa berujung pada cedera berat atau kematian?
Ada yang salah dengan pola pikir dan hati kedua orang itu.