Murid- murid di sekolah tersebut memang dibiasakan untuk berlatih menulis.
Belum lama ini, dalam sebuah acara bertajuk "Learning Celebration", orang tua bisa mendapatkan buku berisi kumpulan tulisan murid- murid.
Setiap anak dalam sebuah kelas diminta membuat sebuah tulisan yang kemudian dicetak dalam bentuk buku. Menarik sekali. Ini sudah kedua kali kudapatkan buku kumpulan tulisan murid- murid itu. Yang pertama, saat anakku duduk di kelas 4 SD. Lalu ini yang kedua saat sudah naik kelas. Kuamati, kemampuan menulisnya sudah meningkat.
Aku tertawa- tawa membaca apa yang dituliskan anakku itu. Mengamati bagaimana cara pikirnya, proses kreatifnya.
Dia menulis sebuah fiksi tentang tiga orang lelaki yang berniat untuk merampok sebuah toko sepatu kecil. Saat itu jam dua pagi, tulisnya dalam karangan yang dia buat, tapi ketiga lelaki itu sudah bangun sebab mereka merencanakan untuk merampok toko sepatu itu. Namun salah satu dari mereka berada terlalu lama di kamar mandi sehingga kawannya khawatir dan memanggil, yang lalu dijawab dari kamar mandi dengan kalimat " Sebentar, saya sedang mencuci rambut. "
Aduh, ha ha ha, lucu sekali kan, membayangkan bagaimana seorang perampok sempat- sempatnya mencuci rambut pada jam dua pagi seperti itu.
Tapi begitulah, justru itu menariknya buku yang ditulis para murid belia tersebut. Mereka tak terbatasi oleh terlalu banyak logika seperti ketika orang dewasa menulis. Maka karya yang hadir adalah karya yang tampak polos walau bukan berarti kosong untuk anak- anak seusia itu.
***
Kebiasaan menulis ini juga diteruskan untuk sekolah- sekolah pada tingkat di atasnya. Murid- murid SMP kelas satu, misalnya, diberi tugas untuk meringkas paling sedikit sepuluh buah buku selama satu tahun ajaran. Harus dipenuhi. Jika kurang dari sepuluh maka nilai raportnya akan kosong dan murid tersebut akan dianggap belum menyelesaikan seluruh proses belajar.
Proses belajar memang tak bisa instan. Dan sungguh menarik mengamati bagaimana keterampilan menulis anak- anak ini makin membaik dari waktu ke waktu. Yang paling penting dari semua itu, para murid tak melihat tugas menulis sebagai suatu beban tapi sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan. Terutama ketika tulisan itu sudah dicetak menjadi sebuah buku.
Anak- anak itu, tak pelak, sangat gembira dan bangga bisa menunjukkan hasil karya mereka, buku kumpulan tulisan mereka pada orang tuanya masing- masing. Kegembiraan dan kebanggaan yang lalu selanjutnya akan menjadi sumber semangat mereka untuk bisa menulis lebih baik lagi.